Terdapat 14 kriteria yang bisa diterapkan hakim untuk mengesampingkan pidana kepada pelaku di antaranya yang berusia di bawah 18 tahun, berusia di atas 75 tahun, sudah mengembalikan kerugian negara dan pelaku yang baru pertama kali melakukan kejahata
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai karakter dalam penegakan hukum yang dimuat dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang tengah digodok DPR dan pemerintah, dinilai jauh lebih lunak dibandingkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan KUHP.
"Misalnya pasal 76 ayat 1 RKUHP, memuat beberapa kriteria yang memungkinkan bagi hakim tidak menjatuhkan pidana penjara kepada pelaku kejahatan," kata Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum KPK Rasamala Aritonang dalam seminar publik bertajuk "Menelaah pengaturan tindak pidana korupsi dalam RKUHP" di Jakarta, Senin.
Baca juga: Anggota DPR: RKUHP harus atur pidana pelaku prostitusi
Menurut dia, ada 14 kriteria yang bisa diterapkan hakim untuk mengesampingkan pidana kepada pelaku di antaranya yang berusia di bawah 18 tahun, berusia di atas 75 tahun, sudah mengembalikan kerugian negara dan pelaku yang baru pertama kali melakukan kejahatan korupsi.
Apabila itu diterapkan, lanjut dia, akan sulit diterima publik dan tidak adil untuk kasus kejahatan serius seperti korupsi.
"Jika keadaan ini terpenuhi maka hakim boleh, walau di dalamnya ada pidana, boleh tidak menjatuhkan pidana penjara terhadap pelaku. Tentu pendekatan ini akan jadi sangat tidak 'fair' kalau digunakan dalam rangka menegakkan kasus serius seperti korupsi," ucapnya.
Rasamala menambahkan aturan tersebut menjadi satu kekhawatiran bagi KPK apalagi saat ini RKUHP akan dikebut untuk segera disahkan.
Baca juga: Kata Ketua KPK, Presiden perintahkan tenggat waktu pengesahan RKUHP ditiadakan
KPK, kata dia, sudah beberapa kali mengirimkan catatan melalui surat yang dikirim kepada Panitia Kerja DPR, tim internal Kemenkumham hingga presiden.
Salah satu catatan penting dari surat tersebut adalah menolak dimasukkanya delik korupsi dalam RKUHP itu karena sudah diatur dalam UU Tipikor atau Tindak Pidana Korupsi.
Selain menciptakan tumpang tindih dengan undang-undang yang sudah ada, dimasukkan korupsi dalam RKUHP akan menjadikan kasus tersebut sebagai kasus hukum biasa bukan lagi kasus khusus.
Di sisi lain, kata dia, KPK mendukung penyelesaian RKUHP asalkan tidak memasukkan delik korupsi.
Dukungan itu lanjut dia, karena legislasi yang sudah tertinggal jauh sebagai salah satu problematika hukum yang dihadapi saat ini.
"Posisi KPK terkait KUHP adalah mendukung KUHP namun di bagian lain kami menolak dimasukkannya delik korupsi di dalam KUHP, " katanya.
Baca juga: Presiden Jokowi bahas Rancangan KUHP dengan pimpinan KPK
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019