Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa seluruh pejabat Bank Indonesia (BI) yang ikut terlibat dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), bukan hanya tiga orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka sekarang. Dalam jumpa pers di Jakarta, Senin, Koordinator ICW Teten Masduki menyebut bahwa pejabat BI yang lain harus diperiksa karena hadir dan ikut menandatangani persetujuan permohonan aliran dana BI sebesar Rp 15 miliar pada Rapat Dewan Gubenur (RDG) 20 Maret 2003. "UU BI mengatur keputusan Rapat Dewan Gubernur BI bersifat kolegial. Jika ada veto dari salah satu anggota Dewan Gubernur maka keputusan yang diambil gugur. Saat itu tidak ada satu pun yang menggunakan hak veto untuk menolak, padahal setiap orang mempunyai hak (veto) itu. Jadi semuanya ikut terlibat," papar Teten. Dalam berkas notulensi rapat yang diperoleh ICW, anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia (DGBI) yang hadir dalam rapat itu antara lain Syahril Sabirin, Anwar Nasution, Miranda Goeltom, Maulana Ibrahim, Bunbun Hutapea, Maman Husein Somantri dan Oey Hoey Tiong. Aulia Pohan dan Maman Husein Somantri disebut Teten seharusnya juga diperiksa sebab keterlibatan keduanya sangat jelas dalam kasus penyelewengan aliran dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI). Menurut Teten, Aulia dan Maman ikut menandatangi hasil keputusan RDG 20 Maret 2003 dan juga bertindak sebagai dewan pengurus YPPI yang diminta mengalirkan dana Rp100 miliar berdasarkan keputusan RDG 3 juni 2003. "Selain itu, keduanya juga ditunjuk menjadi koordinator panitia Pengembangan Sosial Kemasyarakatan (PSK) yang dibentuk DG BI, Direktorat Hukum, Biro Gubernur, dan Direktorat Pengawasan Internal dalam rapat 22 juli 2003 yang bertugas untuk melakukan penarikan, penggunaan, dan penatausahaan dana dari YPPI," katanya. Teten mempertanyakan mengapa hanya Burhanuddin Abdullah, Rusli Simanjuntak dan Oey Hoey Tiong yang dijadikan tersangka padahal Aulia dan Maman terlibat di tiga tempat (RDG 20 Maret 2003, Dewan Pengurus YPPI, dan Koordinator PSK). "Seharusnya semua Dewan Gubernur yang terlibat dalam hal ini turut diperiksa dan harus ikut bertanggung jawab," tegasnya. Teten menyetujui anggapan bahwa sulit menghindarkan kasus ini dari kepentingan politik yang terlihat dari penetapan status tersangka berdekatan dengan waktu pemilihan Gubernur BI yang baru di bulan Febuari ini. "KPK sekarang berbeda dengan kebijakan pimpinan KPK sebelumnya yang bersikukuh untuk tidak mengumumkan proses hukum menjelang atau bersamaan pergantian pejabat publik karena rawan dengan perangkap citra politisasi kasus," ujarnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008