Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), agar tidak terjebak pada konflik kepentingan dalam penyidikan kasus aliran dana Bank Indonesia (BI).
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Teten W. Masduki, mengatakan bahwa ICW mensinyalir hanya sebagian dana saja yang diberikan kepada anggota Dewan Gubernur BI yang pertanggungjawabannya jelas.
"Belum lagi yang diberikan ke aparat kejaksaan dan malah kabarnya jaksa itu saat ini direkrut KPK," kata Teten.
Teten menganjurkan, agar KPK menemukan inisiator dan penanggung jawab realisasi penggunaan dana itu. Sebab, kata Teten, beberapa fakta hukum yang ada ternyata tidak digunakan secara utuh oleh KPK sehingga proses hukumnya terkesan menimbulkan kontroversi.
Fakta pertama, Teten menjelaskan, adalah tidak adanya anggota Dewan Gubernur BI yang menggunakan hak vetonya terhadap rencana pencairan dana dari YPPI.
Padahal, UU BI mengatur setiap keputusan Rapat Dewan Gubernur adalah keputusan kolegial dan setiap anggotanya bisa menggunakan veto jika tidak menyetujui keputusan tersebut.
Selain itu, dokumen hasil rapat pencairan dana Rp100 miliar juga tidak hanya ditandatangani Burhanuddin Abdullah selaku Gubernur BI.
"Jika mengacu pada keputusan kolegial, maka seluruh anggota Dewan Gubernur BI yang menandatangani dokumen tersebut pun menjadi tersangka," ujar Teten.
Lebih lanjut Teten mengatakan, KPK seharusnya menyelidiki rencana awal pencairan dana Rp100 miliar tersebut. "Seharusnya, KPK tidak hanya mengawali penyidikan dari Rapat Dewan Gubernur BI tanggal 3 Juni 2003, tetapi mulai rapat 20 Maret 2003," kata Teten.
Selain itu, pada dokumen akta perubahan YPPI tanggal 27 Agustus 2003, disebutkan jabatan ketua dan wakil ketua diangkat dari Dewan Gubernur BI. Mereka yang ditetapkan menjabat saat itu adalah Aulia Pohan dan Maman Soemantri. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008