Bingmayong, Xi'an (ANTARA) - Dalam tiga hari terakhir Distrik Lintong, 38 kilometer di sebelah timur Ibu Kota Provinsi Shaanxi di Xi'an, diguyur hujan deras.
Walau begitu masyarakat masih saja berjubel, tak menghiraukan lagi guyuran air yang makin lama makin lebat.
Bahkan sebagian rela berjalan kaki menelusuri jalan khusus bagi pejalan kaki menuju Situs Prajurit Terakota, meskipun ada kendaraan sejenis mobil golf yang biasa digunakan pengunjung di situs warisan budaya dunia itu.
Situs Prajurit Terakota atau dikenal dengan sebutan "Bingmayong" yang dapat ditempuh dengan mobil atau bus umum dari Kota Xi'an dalam waktu 1,5 jam itu memang tidak pernah sepi dari pengunjung.
Tidak heran, jika situs ini dikunjungi 8,2 juta orang per tahun. "Ini sudah mulai memasuki masa puncak," kata Daixian, seorang pemandu Bingmayong, mengawali perbincangannya dengan Antara, Kamis (20/6/2019).
Selama periode Juni-Agustus, Bingmayong akan mengalami ledakan pengunjung selain liburan Tahun Baru Imlek pada Februari-Maret.
Di situs museum itu tersimpan sedikitnya 8.000 unit patung prajurit era Dinasti Qin yang pertama kali mempersatukan wilayah China sekaligus memerintahnya selama periode 221-206 sebelum Masehi.
Sekitar 6.000 patung seukuran manusia dewasa yang terbuat dari tanah liat itu tersimpan di pit pertama, sedangkan 2.000 sisanya terbagi di pit kedua dan ketiga.Ribuan patung yang diperkirakan buatan tahun 210 hingga 209 sebelum Masehi itu sudah berabad-abad terkubur di dalam tanah.
Beberapa petani yang tidak sengaja menggali tanah garapannya di Desa Xiyang, Distrik Lintong, pada 1974 menjadi titik mula bagian dari sejarah panjang Bingmayong.
"Kalau tidak ada petani itu, maka kemungkinan besar tidak ada Bingmayong seperti sekarang," ujar pemandu yang memiliki nama lain Linda itu menggambarkan.
Sebelas tahun setelah penemuan petani itu, Bingmayong yang terdiri dari patung-patung prajurit dari berbagai kesatuan, mulai pengawalan hingga pasukan berkuda, baru dibuka untuk masyarakat umum.
Sama persis dengan Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, yang tertimbun material tanah selama berabad-abad sebelum ditemukan kembali pada 1814.
Keduanya sama-sama objek wisata yang menyandang status warisan budaya dunia dari Badan Perserikatan Bangsa-Banga yang mengurusi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (Unesco).
Bingmayong dan Borobudur juga sama-sama sebagai objek wisata bertaraf internasional yang merupakan hasil ekskavasi dan penelitian para ahli arkeologi.
Tak Sekadar Museum
Sejumlah bus umum dari berbagai titik pemberangkatan di pusat Kota Xi'an sarat dengan penumpang tujuan Bingmayong.
Kebanyakan dari mereka baru turun dari kereta api. Memang yang paling direkomendasikan bagi yang ingin berlibur di Kota Xi'an adalah menggunakan kereta api dibandingkan dengan pesawat.
Dari Beijing saja yang berjarak 1.100 kilometer ada berbagai jenis pilihan kereta api menuju Xi'an dengan jadwal pemberangkatan mulai pagi hingga malam hari.
Hampir setiap jam mulai pukul 06.00 hingga 20.00 ada jadwal perjalanan kereta cepat yang hanya butuh waktu 5 jam untuk tiba di Xi'an dengan tarif 515,5 RMB untuk kelas ekonomi, 824,5 RMB (kelas I), dan 1.627,5 RMB (kelas bisnis).
Ada juga kereta reguler yang membutuhkan waktu tempuh 13 hingga 15 jam dengan tarif 156,5 RMB untuk kelas duduk, 288,5 RMB (kereta tidur bermatras keras), dan 440,5 (kereta tidur kasur empuk). Untuk kereta reguler ini dari Stasiun Beijing Barat jadwal keberangkatannya rata-rata setiap dua jam mulai dari pukul 01.00 hingga 21.15.
Perjalanan dengan menggunakan kereta reguler lebih dianjurkan karena dari Stasiun Kota Xi'an hanya perlu ongkos bus 7 RMB sudah sampai Bingamyong. Bus nomor 306 dari Stasiun Kota Xi'an menyinggahi beberapa objek wisata sebelum pemberhentian terakhir di Bingmayong.
Untuk bisa menikmati karya seni purbakala itu, pengunjung dikenai tiket 120 RMB untuk dewasa dan 60 RMB untuk anak-anak dan pelajar, belum termasuk biaya pemanduan sebesar 150-200 RMB per pemandu.
Pada Kamis (20/6/2019) siang riset oleh para ahli arkeologi di situs Bingmayong masih berlangsung. Mereka tak sedikit pun terusik oleh gelombang pengunjung yang terus mengalir.
"Jangan menggunakan 'flash' ya?" pinta seorang petugas keamanan berseragam hitam-hitam kepada setiap pengunjung yang hendak mengabadikan figur-figur terakota yang kerap kali menjadi "setting' dari berbagai film Hollywood dan film Hong Kong itu.
Kalau melihat kondisi museum yang masih banyak galian, dapat dimungkinkan bahwa di bawah tanah Bingmayong masih tersimpan banyak patung lagi.
"Karena ada beberapa pertimbangan, untuk sementara ini proses ekskavasi dihentikan dulu," ujar Linda.
Meskipun demikian, rekonstruksi beberapa bagian patung yang rusak karena faktor usia masih terus dilakukan oleh para arkeolog.
Apalagi atap museum tersebut yang dulunya dari kayu pernah ambruk hingga menimpa beberapa figur prajurit terakota.
Oleh karena sifat liatnya material patung yang terbuat dari lempung, maka tidak sedikit figur yang mengalami kerusakan parah akibat musibah itu.
Bahkan beberapa puing patung tersebut masih dibiarkan berserakan di permukaan tanah karena masih antre proses rekonstruksi.
"Nah, petak yang itu fungsinya sebagai rumah sakit," ucap Linda sambil menunjuk beberapa figur yang baru selesai direkonstuksi dengan warna lebih gelap.
Figur sang jenderal salah satu dari "pasien" yang baru saja keluar dari "rumah sakit" Bingmayong.
Pada bagian belakang tubuh jenderal berbadan kekar itu disanggah besi dan terlindung kotak kaca berpenerangan LED.
Sang jenderal merupakan salah satu dari figur utama lainnya yang dilindungi kota kaca sehingga bisa dilihat dari dekat oleh para pengunjung.
Uniknya, dari ribuan figur prajurit tersebut tidak satu pun memiliki raut muka yang sama atau mirip.
Pantas jikalau patung itu dibuat untuk tujuan mengawal jasad Qin Shi Huang, kaisar pertama dari Dinasti Qin, yang dikuburkan sekitar 1,5 kilometer dari situs Bingmayong. (T.M038)
1 RMB = Rp2.100
Baca juga: Ikan Arwana Kapuas Hulu terjual senilai Rp875 juta di China
Baca juga: Korea Utara rayu China: "Aku Cinta Kamu, China"
Baca juga: Lima pembuat, pengedar 1,2 ton narkoba di China divonis hukuman mati
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019