Jakarta (ANTARA News) - Dari Rp100 miliar aliran dana milik Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) yang digunakan Bank Indonesia (BI), porsi terbesar dana itu dialokasikan untuk penyelesaian masalah hukum para pejabat BI, sementara sebagian lain untuk diseminasi di DPR terkait kasus BLB). Karena itu, Koordinator Divisi Informasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo mengatakan di Jakarta, Minggu, publik harus terus mengawal penanganan perkara tersebut di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar politisasi kasus yang terjadi belakangan tidak semakin membesar. "Apa pun alasannya, aliran dana itu salah secara hukum," katanya. Meski demikian, dia mengingatkan publik agar tetap proporsional dan tidak terjebak pada upaya-upaya kelompok tertentu yang hendak menggeser substansi perkara. Menurut Topan, kasus aliran dana BI itu bermula dari keinginan BI membantu aparatnya yang diduga terjerat kasus penyalahgunaan dana BLBI yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). Karena itu, kata dia, dana dari YPPI yang digunakan untuk keperluan tersebut bisa jadi lebih besar dari laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Baik yang dialirkan ke DPR maupun yang untuk penyelesaian hukum semuanya cacat hukum. Tapi kita harus proporsional. Jangan karena stigma DPR yang memang bobrok, kita lantas terlena dan menyalahkan DPR saja. Yang untuk penyelesaian masalah hukum itu jauh lebih besar. Pertanyaannya, berapa untuk ongkos pengacara dan berapa untuk jaksa serta hakim seperti dilaporkan BPK itu. Ada upaya untuk menutupi yang ini," kata Topan. Informasi yang berkembang menyebutkan bahwa dana dari YPPI untuk diseminasi anggota sebesar DPR Rp31,5 miliar, sedangkan untuk penyelesaian masalah hukum sejumlah Rp68,5 miliar. Sementara itu, berdasarkan surat laporan Ketua BPK Anwar Nasution kepada KPK tentang aliran dana BI tertanggal 14 November 2006, porsi terbesar dari laporan itu lebih mengungkapkan aliran dana untuk penyelesaian masalah hukum pejabat BI. Berdasarkan laporan itu pula, ongkos penyelesaian masalah hukum tidak hanya Rp68,5 miliar dana milik YPPI, tapi juga masih ditambah Rp27,7 miliar dana anggaran BI sehingga totalnya mencapai Rp96,25 miliar. Anggaran resmi BI senilai Rp27,75 miliar itu merupakan lawyer fee untuk kantor pengacara atau penasihat hukum dengan perincian antara lain, dalam perkara mantan Gubernur BI Soedrajad Djiwandono, BI membayar masing-masing Rp 1,4 miliar kepada pengacara Luhut MP Pangaribuan dan Albert Hasibuan. Sedangkan dalam perkara yang membelit mantan Direktur BI Paul Sutopo, BI membayar Rp6,748 miliar kepada Kantor Hukum Mayasyak, Rahardjo & Partners. Ichsanuddin Noorsy dari Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM menilai, DPR seharusnya memberikan mandat kepada BPK untuk melakukan audit forensik terhadap dugaan aliran dana BI itu. Menurut Noorsy, saat berbicara dalam forum "Pertaruhan Kredibilitas Bank Indonesia" Sabtu (2/2), dengan dilakukannya audit forensik itu maka akuntabilitas aliran dana dapat diketahui secara jelas. "Duduk permasalahannya juga jadi proporsional, tidak jadi fitnah dan tidak ada tudingan ini dipakai untuk kepentingan pribadi dan sebagainya," katanya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008