Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden (Wapres), M. Jusuf Kalla, meminta kepada warga Nahdlatul Ulama (NU), agar memiliki peran masing-masing, seperti bidang ekonomi, pendidikan dan sebagainya, sehingga tidak semuanya masuk ke partai politik (parpol). "Janganlah kalau nanti ada yang mendirikan partai, terus semua ramai-ramai masuk parpol," kata Wapres Kalla pada puncak hari lahir (harlah) ke-82 NU di Kantor Wapres Jakarta, Sabtu. Menurut Wapres, perlu ada pembagian peran masing-masing warga NU. Ada yang harus mengurus bidang ekonomi, ada yang mengurus pendidikan atau pesantren dan yang lainnya mengurus politik. Dengan demikian, tambah Wapres, maka NU akan berkembang dengan baik. Kalla juga menyinggung bahwa NU pernah mendirikan partai dan kemudian dinilai telah keluar dari Khitahnya. Namun, tambahnya, saat ini NU telah kembali ke khitahnya. "Sebenarnya bukan keluar atau kembali, karena keluar dari mana dan kembali ke mana," kata Wapres yang disambut tawa. Dalam kesempatan itu, Wapres mengaku sedikit tersinggung jika dikatakan pedagang tidak boleh mengurusi parpol. Menurut dia, justru parpol yang pertama kali ada di Indonesia didirikan oleh para pedagang. "Parpol pertama berdiri itu Partai Sarekat Islam, dan itu didirikan oleh para pedagang, perserikatan pedagang," kata Wapres. Kalla juga mengomentari pernyataan Ketua PBNU, Hasyim Muzadi, yang dinilai lebih maju, yakni soal penghentian pilkada. "Sebetulnya, bukan hentikan pilkada, tetapi hentikan kekerasannya," kata Wapres Kalla. Wapres menilai bahwa di Indonesia yang hilang adalah kearifan. Ia memberikan contoh demokrasi di Jepang, mereka tetap memiliki kearifan dengan tetap menghormati dan menghargai para pemimpinnya. "Kita demokrasi, tapi kalau tidak memaki-maki pemimpinnya tak demokrasi. Tidak ada lagi pandangan-pandangan yang arif," demikian Wapres Kalla. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008