Jakarta (ANTARA News) - Lima terdakwa kasus terorisme, Jumat, divonis masing-masing hukuman 10 tahun penjara, sementara seorang lagi teman mereka diganjar delapan tahun penjara, oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Lima terdakwa yang divonis 10 tahun penjara adalah Maulana, Sarwo Edy Wibowo, Ayasi, Sikas, dan Amir Ahmadi, sementara Doni diganjar delapan tahun penjara.
Keenamnya disidang dalam empat berkas terpisah. Satu dari empat berkas tersebut mencakup tiga terdakwa sekaligus, yaitu Ayasi, Sikas, dan Amir Ahmadi.
Berkas-berkas tersebut ditangani oleh majelis yang berbeda. Meski demikian semua majelis hakim sependapat bahwa para terdakwa bersalah.
Majelis hakim menyatakan keenamnya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam kasus tindak pidana terorisme, berupa penguasaan, pengiriman, serta pemindahan bahan peledak dan senjata api.
Perbuatan itu diatur dalam pasal 9 jo pasal 15 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Terorisme).
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan," kata Ketua Majelis Hakim Lexy Mamonto yang menangani perkara Maulana alias Kholis alias Abdullah.
Putusan majelis hakim itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut 15 tahun dan 12 tahun penjara (khusus Doni).
Keenamnya didakwa terlibat dalam kegiatan penyimpanan, pengiriman, serta pemindahan senjata api dan bahan peledak untuk keperluan terorisme.
Ayasi, Sikas, dan Amir Ahmadi didakwa melakukan pengiriman bahan peledak ke Poso, Sulawesi Tengah, melalui Maulana Yusuf Wibisono alias Kholis alias Abdullah.
Pengiriman itu dilakukan dalam kurun waktu 2005 untuk keperluan terorisme di Poso.
Ayasi, Sikas, dan Amir Ahmadi juga didakwa memindahkan sejumlah senjata api melalui Sarwo Edhi Wibowo alias Said alias Suparman.
Sarwo Edhi akhirnya tertangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror di kawasan jalan lingkar Yogyakarta pada 2007.
Semua pengiriman dan pemindahan itu dilakukan atas perintah Abu Dujana yang sedang disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008