Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis mengemukakan, kesan politis dalam penetapan tersangka kepada Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah terkait dugaan kucuran dana Rp100 miliar untuk bantuan hukum mantan gubernur dan direksi BI serta untuk diseminasi revisi UU BI, tidak terelakkan mengingat proses seleksi terhadap Gubernur BI segera dilakukan. Azis di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat mengemukakan, nuansa seperti itu bisa dirasakan dan mempengaruhi pencalonan Gubernur BI. "Dengan ditetapkan sebagai tersangka, maka pencalonannya akan terganggu," katanya. Dia mengemukakan, pola seperti itu juga terjadi dalam Pilkada di beberapa daerah, yaitu calon yang kuat dicari-cari kesalahannya lalu diperiksa oleh aparat hukum sehingga mengganggu pencalonannya dalam Pilkada. Wakil Ketua Komisi III (bidang hukum) DPR RI Dr Azis Syamsuddin dalam dialektika demokrasi di Press Room DPR/MPR Jakarta mengemukakan, Komisi III DPR kemungkinan akan melakukan dialog dengan kalangan organisasi profesi advokat terkait dugaan kasus kucuran dana BI mengingat adanya laporan BPK bahwa dari Rp100 miliar yang dikucurkan BI, Rp68,5 miliar untuk membantu proses hukum mantan gubernur dan direktur BI terkait BLBI. "Kita akan plenokan di Komisi III mengenai kemungkinan bertemu dengan kalangan advokat terkait masalah ini," katanya. Jika kucuran dana itu benar, maka ada perlu ada pengusutan pelanggaran etika dan hukum oleh pengacara sesuai UU No.18/2003 tentang Advokat. "Prilaku advokat diatur dengan UU tersebut. Mereka terikat dengan etika profesi dan jabatan sesuai UU No 18/2003," katanya. Karena itu, semestinya Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) melalui badan kehormatannya juga melakukan pengusutan kepada anggotanya yang memberi bantuan hukum kepada mantan gubernur dan direktur BI. "Peradi harus melakukan pengusutan terhadap etika advokat terkait kasus ini," katanya. Sementara itu, Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR Gayus Lumbuun mengemukakan, BK DPR belum bisa menetapkan keputusan apakah nama-nama anggota DPR yang diadukan melanggar etika atau tidak. BK telah mendapatkan 16 nama yang diadukan, sembilan orang di antaranya masih aktif sebagai anggota DPR RI. Dia mengakui, BK DPR terbelenggu untuk mempercepat langkahnya melakukan pengusutan kasus ini. Namun BK akan tetap jalan dan tidak terpengaruh. BK DPR masih akan bertemu dengan KPK pada Selasa (5/2) untuk mendapatkan bukti lebih lengkap. Akibat adanya belenggu itu, BK DPR belum bisa memastikan kapan BK dapat menyelesaikan tugasnya. BK DPR sangat berhati-hati mengingat pengusutan yang dilakukan terkait dengan nasib seseorang. Untuk memanggil orang saja, BK DPR harus mempertimbangkan lebih mendalam. Sejauh ini, BK DPR baru memanggil Koalisi Penegak Citra DPR sebagai pengadu dan staf Setjen DPR RI yang dulu bertugas di Komisi IX DPR RI ketika dugaan kasus ini terjadi. Selain itu, memanggil tiga pejabat BI. Menurut dia, berdasarkan pengakuan tiga pejabat BI, dana yang dikucurkan bukan Rp31,5 miliar, tetapi senilai Rp28,5 miliar. "Katanya yang diserahkan Rp28,5 miliar dalam lima kali pencairan berturut-turut. Kami tanyakan, yang Rp3 miliar kemana? Mereka hanya menjawab `kami telah pertanggung jawabkan kepada Dewan Pengawas BI`," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008