Jakarta (ANTARA News) - Terdakwa kasus kematian aktivis HAM, Munir, Indra Setiawan menyatakan pembuatan surat tugas untuk Pollycarpus sebagai staf perbantuan adalah semata-mata untuk melayani permintaan Badan Intelijen Negara (BIN). Indra menyatakan hal itu dalam pembelaan yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat. "Surat penugasan tersebut pada hakikatnya saya maksudkan sebagai dalam rangka melayani permintaan BIN, selaku hubungan antara instansi negara dengan BUMN", katanya. Indra didakwa membantu atau memberikan sarana dan kesempatan kepada pilot Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto dalam melakukan niatnya membunuh Munir. Indra menegaskan, pemberian surat tugas kepada Pollycarpus untuk bergabung menjadi staf tambahan keamanan itu semata-mata sebagai bentuk kerjasama antara Garuda Indonesia dan BIN. "Bukan untuk layani permintaan saudara Pollycarpus," katanya. Meski mengakui intervensi BIN dalam penugasan Pollycarpus, Indra membantah penerbitan surat tugas menyalahi prosedur. Menurut dia, di Garuda Indonesia, tidak ada larangan pembantuan ke suatu unit kerja yang lain. "Tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang ada," katanya. Bahkan, Indra mengatakan seorang pilot di maskapai milik negara itu bisa diberi tugas yang sama sekali lain dengan kompetensinya. Dia menambahkan, penugasan kepada Pollycarpus bersifat umum karena Pollycarpus masih harus mendapatkan arahan dari pejabat terkait. Penugasan itu juga tidak mengatur jadwal dan tujuan penerbangan Pollycarpus secara detail. Sebelumnya, Indra dituntut satu tahun enam bulan penjara. Oleh JPU, Indra didakwa sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan kepada Pollycarpus untuk melakukan kejahatan pembunuhan berencana. Dalam dakwaan, Indra pada Juni atau Juli 2004 disebutkan bertemu dengan Pollycarpus di Restoran Bengawan Solo, Hotel Sahid, Jakarta. Pada pertemuan itu, Pollycarpus menyerahkan surat dari Badan Intelijen Negara (BIN) yang ditandatangani Wakil Kepala BIN As`ad, kepada Indra. Isi surat itu meminta agar Indra menugaskan Pollycarpus sebagai staf perbantuan corporate atau aviation security dengan alasan PT Garuda Indonesia adalah sebagai perusahaan vital dan strategis sehingga perlu ditingkatkan keamanannya. Menurut dakwaan, Indra sudah mengetahui bahwa Pollycarpus tidak ahli dalam bidang aviation security namun tetap saja Indra menerbitkan surat GA/DZ-2270/04 tertanggal 11 Agustus 2004 yang menempatkan Pollycarpus sebagai staf perbantuan di unit corporate atau aviation security, sehingga pilot senior itu bisa dengan mudah mengatur jadwal penerbangan dirinya. Menanggapi tuntutan JPU, kuasa hukum Indra setiawan, Antawirya, meragukan kesahihan pembuktian JPU. Hal itu dapat dilihat dari ketidaksesuaian antara pasal yang disangkakan dan tuntutan yang diajukan. Antawirya mengatakan, tuntutan satu tahun enam bulan penjara tidak sebanding dengan pasal yang disangkakan, yaitu pasal 340 KUHP dengan ancaman hukuman mati. Hal itu, menurut dia, menunjukkan keraguan JPU terhadap kualitas pembuktian. Kemudian Antawirya juga mempertanyakan sedikitnya uraian peran Indra dalam kasus kematian Munir. JPU lebih banyak menguraikan peran Pollycarpus dalam kasus itu. "Sebenarnya yang dituntut itu Indra atau Pllycarpus?," kata Antawirya mempertanyakan. Sementara itu, Koordinator Kontras Usman Hamid menyayangkan ketidakberanian JPU untuk menuntut Indra lebih berat, sebanding dengan pasal yang disangkakan. Menurut Usman, Indra tidak hanya membantu tindak pidana biasa, melainkan tindak pidana pembunuhan berencana. Usman menambahkan, seharusnya Indra dituntut lebih berat karena dianggap lalai dalam menjalankan tugas sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia. "Ini ada unsur menyalahgunakan jabatan," katanya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008