Jakarta (ANTARA News) - Berbagai kalangan mengecam langkah Menteri Perindustrian (Menperin) mencabut Standar Nasional Indonesia (SNI) tepung terigu yang dinilai sebagai langkah mundur pemerintah dalam program peningkatan gizi masyarakat. Hal itu terkemuka pada diskusi yang dihadiri mantan Menperindag Rahardi Ramelan, Direktur Koalisi Fortifikasi Indonesia (KFI) Prof Soekirman, Ketua DPP Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) Arum Atmawikarta, dan Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo), dalam diskusi, di Jakarta, Jumat. "Itu keputusan yang bodoh, tidak pikirkan masa depan dan merusak masa depan manusia Indonesia," ujar Mantan Menperindag Rahardi Ramelan seraya menjelaskan bahwa SNI tepung terigu tidak hanya mewajibkan fortifikasi (pencampuran zat gizi), tetapi juga standar keamanan peredaran tepung terigu di Indonesia. Rahardi yang juga Mantan Kabulog itu menilai keputusan Menperin tersebut merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang panik menghadapi kenaikan harga bahan pokok masyarakat, yang akan berdampak pada inflasi di Indonesia. Menurut dia, kalau pemerintah khawatir dengan kenaikan harga gandum di pasar global yang mendongkrak harga tepung terigu di Indonesia dalam beberapa bulan ini, penerapan penghapusan bea masuk (BM) sudah cukup. "Kenapa SNI dikotak-katik," tanyanya. Hal senada dikemukakan Direktur KFI Prof Soekirman. Ia mengatakan SNI merupakan upaya pemerintah melindungi masyarakat melalui mutu gizi tepung terigu yang kini menjadi bahan pokok masyarakat di samping beras. "Sejak beberapa tahun terakhir, tepung terigu telah menjadi makanan pokok kedua bagi masyarakat kecil, terutama di perkotaan yang masalah gizinya harus dipertimbangkan," ujarnya. Menurut Ketua Umum DPP Persagi Arum Atmawikarta, ia terkejut dengan kebijakan pemerintah mencabut SNI, meski akan menata ulang kembali. "Itu kemunduran, mengingat selama ini kami tengah memperkuat program peningkatan gizi masyarakat," ujarnya. Ia mengatakan sampai sekarang ada empat masalah gizi pada masyarakat Indonesia, yaitu kekurangan kalori dan protein, vitamin A, zat besi, dan yodium. Dalam SNI tepung terigu ada kewajiban fortifikasi tepung terigu dengan vitamin B1 dan B2, asam folat, serta zat besi yang tengah dibutuhkan masyarakat, terkait masih rendahnya penyerapan zat besi pada masyarakat terutama balita dan wanita produktif. Sementara itu, Direktur Eksekutif Aptindo Ratna Sari Loppies mengatakan kendati pemerintah menghapus SNI tepung terigu, produsen terigu dalam negeri akan tetap memproduksi terigu berfortifikasi sebagai tanggung jawab terhadap pemenuhan gizi masyarakat. Tahun 2007 permintaan tepung terigu domestik mencapai 3,6 juta ton, yang sebagian besar masih dikuasai produsen dalam negeri. Pangsa pasar terigu impor hanya sekitar 11-15 persen.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008