Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar bank Jakarta, Jumat sore, menembus di bawah Rp9.200 per dolar AS karena aksi lokal maupun asing yang memburu rupiah, menyusul selisih bunga antara bunga acuan BI rate dan bunga acuan AS (Fed Funds) yang cukup besar.
Nilai tukar rupiah menguat mencapai Rp9.190/9.195 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.258/9.291 per dolar AS atau naik 68 poin.
Pengamat Pasar uang, Edwin Sinaga, di Jakarta, mengatakan pelaku pasar semakin aktif membeli rupiah setelah Badan Pusat Statistik menyatakan laju inflasi bulan Januari 2008 mencapai 1,77 persen. Hal ini mengisyaratkan Bank Indonesia (BI) untuk sementara tidak menurunkan suku bunga acuannya yang masih bertengger di 8 persen.
Kenaikan rupiah, lanjut dia, sudah diperkirakan sebelumnya, namun posisi rupiah yang berada di bawah level Rp9.200 per dolar AS dinilai terlalu cepat.
"Kami memperkirakan laju kenaikan rupiah akan dihambat dengan masuknya Bank Indonesia (BI) ke pasar uang," katanya.
Menurut Edwin Sinaga, rupiah boleh saja menguat terus, namun jangan dalam kisaran yang lebar, karena akan membahayakan mata uang Indonesia, apabila muncul faktor negatif pasar yang kuat menekannya.
Rupiah lebih baik naik dalam kisaran yang tidak melebar, sehingga apabila ada faktor yang menekannya, mata uang lokal itu tidak akan terpuruk dalam waktu yang cepat, ucapnya.
Ia mengatakan, rupiah apabila tidak ada hambatan yang berat kemungkinan akan bisa mendekati level Rp9.100 per dolar AS, apalagi pasar global cenderung harga minyak mentah dunia ke depan akan kembali mengalami koreksi harga.
Apabila ini terjadi maka dalam waktu dekat rupiah akan bisa berada di level Rp9.000 per dolar AS, meski kenaikan rupiah yang cepat dinilai sangat membahayakan, ucapnya.
Karena itu, Bank Indonesia (BI), lanjut dia harus turun ke pasar menahan gejolak kenaikan rupiah yang terus terjadi dalam waktu cepat.
BI diharapkan akan melakukan intervensi pasar untuk mengantisipasi laju kenaikan rupiah sehingga rally rupiah agak melambat, ucapnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008