Surabaya (ANTARA) - Massa pemrotes pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi terlibat aksi saling dorong dengan aparat yang berjaga di depan kantor Dinas Pendidikan Surabaya, Kamis.
Bahkan, massa yang terdiri dari orang tua siswa tersebut sempat menutup Jalan Raya Jagir Surabaya selama lima menit dan sedikit lebih tenang saat ditemui Kepala Dinas Pendidikan Ikhsan.
Salah seorang perwakilan orang tua siswa, Fitri Suhermin mengaku kecewa karena peladen yang telah ditutup Rabu (19/6), dibuka kembali pada Kamis dini hari.
Sebelumnya, pendaftaran PPDB daring sistem zonasi Kota Surabaya memang kembali dibuka pada Kamis mulai pukul 00.22 WIB dan disaksikan langsung oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa di ruang IT PPDB di Fakultas Teknik Informatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
"Ternyata ditutupnya peladen hanya untuk menenangkan kami. Tapi, kami tetap ingin peladen ditutup dan PPDB zonasi dibatalkan," ujar wali murid asal SDN Barata Jaya Surabaya tersebut.
Ia juga mengungkapkan kekecewaannya karena pada sistem tersebut anaknya tidak bisa masuk ke SMP Negeri 8 yang berjarak hanya 700 meter dari rumahnya.
"Yang diterima NUN lebih kecil, tapi jaraknya memang lebih dekat," ucapnya.
Sementara itu, salah seorang siswa Tania Zalzabila Febrianti mengatakan dirinya mempunyai NUN 24 dengan rata-rata delapan, namun tetap tidak bisa masuk ke sekolah negeri terdekat.
Dia mengungkapkan, jika harus bersekolah di SMP swasta keluarganya tidak akan mampu, sebab ayahnya seorang satpam dengan gaji yang disebutnya kecil.
"Saya mohon keadilannya. Saya ingin bersekolah. Saya tidak mampu jika harus bersekolah di SMP swasta," katanya.
Kepala Dispendik Surabaya Ikhsan pada kesempatan itu langsung menemui wali murid untuk menginformasikan hasil konsultasi dengan kementerian pendidikan dan kebudayaan terkait PPDB zonasi.
Baca juga: Ratusan wali murid bertahan di Dispendik Kota Pahlawan protes PPDB
Baca juga: Ratusan orang tua datangi dispendik Surabaya protes PPDB
Pewarta: Fiqih Arfani/Willy Irawan
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019