Jakarta (ANTARA) - Ketua Lembaga Bantuan Teknologi (LBT) Prasetyo Sunaryo mengusulkan dana riset dan pengembangan Rp150 triliun per tahun sehingga bisa memicu kemajuan Indonesia.
"Untuk riset dan pengembangan (RnD), anggaran Indonesia baru sekitar 0,3 persen dari produk domestik bruto (PDB)," kata Ketua Lembaga Bantuan Teknologi Prasetyo di Gedung DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia, Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan 0,3 persen PDB itu setara dengan Rp30 triliun. Sementara idealnya anggaran RnD untuk Indonesia sebesar 1,5 persen dari PDB yaitu sekitar Rp150 triliun per tahun.
Iptek, kata dia, merupakan salah satu dari tiga indikator kinerja suatu bangsa. Dua indikator lain adalah kinerja ekonomi makro dan kinerja kualitas penyelenggaraan negara.
"Masing-masing indikator memberikan kontribusinya secara proporsional sepertiga kemajuan bangsa. Bahkan negara maju kinerja perkembangan tingkat penguasaan iptek memberi kontribusi 50 persen," kata dia.
Menurut dia, presentase anggaran untuk RnD di Indonesia itu kalah dengan negeri lain seperti Malaysia sebesar 1,3 persen PDB, Singapura (2,6 persen), Korea Selatan (4,6 persen) dan Jepang (3,5 persen).
Prasetyo menengarai presentase PDB untuk RnD yang kecil di Indonesia itu salah satu persoalannya saat ini terlalu didominasi elit politik. Belum banyak elit dari kalangan ekonom, ahli iptek dan ilmuwan terkait lainnya.
Salah satu dampaknya, kata dia, produk undang-undang dan penganggaran iptek masih kecil.
"UU iptek harus lex spesialis, kalau tidak maka begini terus. Kalau di KPK bisa tapi kenapa iptek tidak bisa," kata dia.
Baca juga: Menristekdikti targetkan dana abadi riset jadi Rp3 triliun
Baca juga: AIPI: Dana abadi riset ditingkatkan
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019