Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hari Kamis menyatakan bahwa pemberitaan adanya keputusan kolegial Deputi Gubernur Bank Indonesia terkait dengan aliran dana BI ke DPR perlu diperjelas. "Melihat pemberitaan saat ini yang mengatakan bahwa keputusan penggunaan dana pada rapat dewan gubernur (RDG) merupakan keputusan kolegial, perlu dijelaskan. Pada saat RDG BI tanggal 3 Juni 2003, yang memutuskan kebijakan tersebut (kebijakan mengenai aliran danai BI ke DPR), Anwar Nasution tidak hadir," kata Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum BPK, Hendar Ristriawan, dalam konferensi pers di Kantor BPK, Jakarta. Dalam laporan BPK tersebut, menurut dia, Anwar Nasution yang merupakan ketua BPK saat ini pada tanggal 2 Juni 2003 tengah menghadiri "Seminar tahunan ketiga pada isu-isu kritis dalam stabilitas keuangan" di Washinton DC, Amerika. Selain itu, menurut dia, bila ada yang menyebutkan bahwa Anwar Nasution yang kala itu seusai menjabat sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia yang tidak lama kemudian menjadi Pimpinan BPK bertentangan dengan UU tidak benar. "UU no 15 tahun 2006 mensyaratkan pimpinan BPK tidak pernah menjadi pengelola keuangan negara minimal 2 tahun sebelumnya, tetapi Anwar Nasution dilantik pada 2004 sehingga saat itu masih diberlakukan UU no 5 tahun 1973," katanya. Ia juga menepis anggapan bahwa adanya hubungan BI dengan Anwar Nasution tidak dibenarkan. Sebab, menurut dia, undang-undang yang baru tersebut menyatakan bahwa hubungan semenda antara pemeriksa BPK dengan yang diperiksa bukan pada pinpinan BPK. "Kalau kemudian ada komentar seharusnya BPK itu tidak memeriksa karena hubungan-hubungan seperti tadi itu, itu bukan syarat kepada pimpinan kepada pemeriksanya. Nah pemeriksa yang bertugas di BI itu tidak melanggar syarat itu," katanya. Ia menambahkan bahwa laporan Anwar Nasution ke KPK tersebut sesuai dengan perintah Undang-Undang sehingga tuntutan pencemaran nama baik bila tidak terbukti patut dipertanyakan. "Pertanyaannya seseorang yang melaksanakan perintah Undang-undang apakah itu bisa dikenakan hukuman. Ada larangan menghilangkan nyawa orang lain, tetapi kalau regu tembak melaksanakan perintah hakim, perintah UU, apakah regu tembak itu bisa dihukum? Analoginya seperti itu," Katanya. Ia menambahkan agar kasus ini tidak menjadi politis, "marilah kita berkomentar secara jelas, kita kawal kasus ini. Jangan kemudian kita tidak fokus pada penyelesaiannya. Gitu aja pesan yang ingin kita sampaikan pada konferensi pers ini," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008