Banda Aceh (ANTARA News) - Kalangan sipil dan jurnalis menyatakan rencana pembuatan kanun (peraturan daerah) pers dan penyiaran Islam yang akan dibahas olah DPR Aceh pada 2008 terkesan dipaksakan, karena produk undang-undang pers dan penyiaran nasional yang ada sekarang ini dinilai sudah sangat Islami. Pada diskusi tentang keberadaan kanun pers dan penyiaran Islam di Banda Aceh, Kamis, para peserta menginginkan agar DPRA menunda pembahasan rancangan kanun tentang pers dan penyiaran Islam, karena dinilai tidak efektif dan hanya membuang uang dan waktu. Akhiruddin Mahyudin, Koodinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, menilai, ada agenda tersembunyi dalam rencana pembentukan kanun pers dan penyiaran Islam, karena kanun tersebut dirancang secara diam-diam, tanpa melibatkan masyarakat sipil dan jurnalis di Aceh. Ia menyatakan, ada upaya tertentu dari DPRA untuk mengekang media lokal dalam menyiarkan berita. Akhiruddin menyatakan, UU pers, Kode Etik Jurnalistik (KEJ), dan UU penyiaran yang ada sekarang ini sudah sangat Islami. "Jadi, sebenarnya kalau DPRA ingin menerapkan jurnalis Islami di Aceh, tidak perlu repot-repot membuat kanun, cukup menerapkan saja UU pers, KEJ atau UU penyiaran," ujarnya. Sementara itu, mantan wartawan radio 68 H, Alif menyatakan hal yang sama bahwa DPRA tidak perlu membahas kanun pers dan penyiaran Islami, karena UU pers, KEJ, dan UU penyiaran sudah Islami. "Kalau memang DPRA memaksakan untuk membuat kanun tersebut, saya pikir tinggal mencontoh UU yang ada, tinggal ditambah Islamnya," ujarnya. Menurut dia, persoalan media Islami bukan masalah peraturannya, tetapi yang lebih penting bagaimana memperkuat lembaga kontrol media, agar setiap pemberitaan yang disiarkan tidak bertentangan dengan Syariat Islam. Selanjutnya, wartawan senior, Yon Thairun menyatakan, sebenarnya setiap perusahaan media seperti radio punya aturan tersediri dalam setiap penyiarannya yang mengacu pada UU pers, KEJ, dan UU penyiaran, sehingga mereka tahu mana berita yang layak disiarkan dan mana yang tidak. Jadi, menurut dia, kalau memang DPRA ingin membahas rancangan kanun pers dan penyiaran Islami, sebaiknya mendalami dahulu UU pers, KEJ, dan UU penyiaran, karena dalam uu tersebut sudah diatur tentang penyiaran yang sesuai dengan kaidah-kaidah agama Islam. "Kita bukan tidak mendukung Syariat Islam di Aceh, tetapi kalau hanya membuang-buang waktu dan uang untuk apa dibahas, karena peraturannya memang sudah ada, tinggal bagaimana pelaksanaannya," ujarnya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008