Jakarta (ANTARA News) - Rencana Indonesia membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) tidak akan mendapat tentangan dari negara-negara Barat, seperti halnya Iran, karena Indonesia tidak berencana melakukan pengayaan uranium sendiri. "Kita tak melakukan pengayaan Uranium sendiri, kita memilih membelinya," kata Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Dr Hudi Hastowo, seusai Seminar Internasional "Iran`s Nuclear Program: What is It For, Can Indonesia Take A Lesson?" di Jakarta, Kamis. Menurut dia, Iran terlalu memaksakan diri dengan "enrichment plan"-nya, padahal Iran baru akan membangun satu PLTN saja, dengan demikian mengundang kecurigaan negara-negara Barat. Hudi mengatakan hanya negara-negara tertentu yang boleh melakukan pengayaan uranium untuk keperluan bahan baku PLTN, seperti AS, Perancis, Inggris, Rusia dan Cina, sedangkan negara-negara lain tidak diperkenankan. "Jepang sudah boleh melakukan pengayaan sendiri tetapi itu pun setelah Jepang mampu membangun 55 PLTN yang dimulai sejak beberapa dekade lalu. Seharusnya Iran yang baru akan membangun satu PLTN tidak melakukan pengayaan lebih dulu," katanya. Ia memahami bahwa Iran hanya berencana melakukan pengayaan uranium lima persen saja, sementara untuk membuat suatu bom nuklir, pengayaan uranium harus mencapai di atas 90 persen. "Tetapi AS dan sekutunya khawatir, begitu Iran sudah mampu menguasai teknologi pengayaan Uranium, maka untuk selanjutnya Iran akan dengan mudah mengayakan Uranium sampai 90 persen dan membuat bom nuklir," katanya. Ia mencontohkan Korea Utara yang langsung diributkan AS dan sekutunya ketika melakukan pengayaan uranium sampai 90 persen meski hanya seberat satu miligram uranium saja. Hudi mengusulkan kepada Iran agar membentuk semacam "enrichment centre" dengan beberapa negara seperti halnya Jerman, Belgia dan Belanda yang diperkenankan AS melakukan pengayaan Uranium di bawah lembaga tersebut. Sementara itu, Dubes Iran Behrooz Kamalvandi, mempertanyakan mengapa hanya negara-negara tertentu saja yang boleh menguasai teknologi pengayaan Uranium, sementara Iran tidak boleh, padahal SDM Iran mampu. Padahal, lanjutnya, seluruh aspek hukum internasional menyangkut aktivitas nuklir sudah dipenuhi, apa lagi Badan Internasional Energi Atom (IAEA) mendukung pemanfaatan nuklir untuk keperluan damai (energi listrik), termasuk kepada Iran. Energi nuklir Iran rencananya akan mensuplai 20 persen dari total kebutuhan listrik Iran yang setara dengan 20.000 MW listrik selama 20 tahun. Soal mengapa harus mengayakan nuklir sendiri, menurut Kamalvandi, Iran membutuhkan jaminan keamanan suplai bahan bakar nuklir dalam jangka panjang, khususnya demi kemandirian bangsa.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008