Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah, Kamis pagi, stabil, meski ada isu positif dari bank sentral AS (The Fed) yang kembali menurunkan suku bunga Fed fund sebesar 50 basis poin menjadi 3,00 persen. Nilai tukar rupiah tetap pada tingkat Rp9.287/9.294 (sebelumnya Rp9.287/9.304). Analis valas PT Bank Saudara, Rully Nova, di Jakarta, Kamis, mengatakan penurunan suku bunga Fed fund sebesar 50 basis poin sebenarnya sudah diantisipasi pasar, sehingga mata uang lokal itu masih berada pada angka Rp9.287 per dolar AS. Meski demikian, rupiah masih berpeluang untuk menguat, karena sentimen positif itu masih mendominasi pasar domestik, katanya. Menurut dia, stabilnya rupiah pada angka Rp9.287 per dolar AS kemungkinan disebabkan masuknya Bank Indonesia (BI) ke pasar. BI kemungkinan menjaga rupiah jangan terlalu cepat menguat, karena mata uang lokal itu cenderung meningkat mendekati level Rp9.200, ucapnya. The Fed, lanjut dia, sebelumnya telah menurunkan suku bunganya sebesar 75 poin yang memicu rupiah menguat hingga di bawah level Rp9.300 per dolar AS. Penurunan bunga The Fed itu memicu pasar uang dan saham di Indonesia yang dalam beberapa hari terpuruk, kembali menguat, katanya. Rupiah, menurut dia, kenaikannya kemungkinan tertahan oleh merosot bursa Wall Street sehingga pasar saham regional melemah yang memberikan dampak negatif terhadap pasar uang domestik, khususnya rupiah. Saat ini dolar AS terhadap yen dan Swiss turun masing-masing menjadi 106,30 dan 1,0840, katanya. Ia mengatakan, ekonomi AS diharapkan akan tumbuh lebih baik setelah The Fed menurunkan suku bunganya dan membaiknya data indikator mengenai pesanan barang tahan lama yang menguat. Pertumbuhan ekonomi AS saat ini tumbuh 1,4 persen yang semula ditargetkan pada 1,9 persen, ucapnya. Rupiah, lanjut dia, pada penutupan sore nanti diperkirakan akan menguat, karena pasar cenderung menguat hingga mendekati level Rp9.250 per dolar AS. Apabila rupiah berada pada level Rp9.250 per dolar AS, maka peluang untuk bisa mencapai level Rp9.200 per dolar AS sangat besar, ucapnya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008