Gunung Kidul (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, kembali mengeksekusi empat mantan anggota DPRD Gunung Kidul periode 1999-2004 dalam kasus korupsi dana tunjangan dewan tahun anggaran 2003-2004.

Empat mantan anggota DPRD Gunung Kidul yang dieksekusi hari ini, yakni Nurhadi Rahmanto, Bambang Eko Prabowo, Purwo Darminto dan Naomi Prirusmiyati.

"Empat terpidana langsung kami bawa ke Lapas Wirogunan," kata Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Gunung Kidul M Darojat di Gunung Kidul, Rabu.

Ia mengatakan sampai hari ini, Kejari Gunung Kidul telah mengeksekusi tujuh terpidana ke Lapas Wirogunan untuk menjalani masa hukuman selama 1 tahun penjara.

Sebenarnya, kata Darojat, di dalam eksekusi kali ini ada sembilan orang, tapi baru terlaksana untuk tujuh orang terpidana. “Kami akan mengeksekusi Supriyono pada awal Juli. Sedangkan untuk FX Ngatijan tidak bisa karena yang bersangkutan telah meninggal dunia,” katanya.

Dia menambahkan, khusus untuk Supriyono, kejaksaan memberikan kelonggaran karena yang bersangkutan telah mengajukan surat permintaan untuk menunda eksekusi. “Dia masih memiliki tugas dan kewajiban pekerjaan yang harus diselesaikan,” katanya.

Kepala Kejaksaan Negeri Gunung Kidul Asnawi Mukti mengatakan pihaknya tidak mempermasalahkan adanya penundaan eksekusi untuk salah satu mantan anggota dewan yang tersangkut kasus korupsi.

Menurut dia, pelaksanaan hanya masalah waktu karena terpenting yang bersangkutan siap menjalani hukuman tersebut. “Ini menyangkut kemanusiaan. Jadi, permintaan untuk eksekusi awal Juli kami kabulkan,” katanya.

Sementara itu, salah seorang terpidana, Bambang Eko Prabowo mengatakan siap menjalani hukuman sesuai dengan putusan pengadilan.

“Saya siap menjalani hukuman selama satu tahun dan secara pribadi tidak akan mengajukan peninjauan kembali (PK). Selain prosesnya panjang, pengajuan juga tidak akan menghalangi proses eksekusi,” kata Bambang.

Meski siap menjalani hukuman, Bambang merasa tidak bersalah. Selain telah mengembalikan uang kerugian, pada saat tahun anggaran berjalan (2003-2004) terjadi kekosongan hukum karena tidak ada peraturan yang mengatur tentang tunjangan dewan saat itu.

"Penggunaan anggaran juga sudah melalui kesepakatan bersama asosiasi ketua DPRD seluruh Indonesia," katanya.

Baca juga: Warga Gunung Kidul tidak terpancing isu "people power"

Baca juga: Lebih 100 ribu warga Gunung Kidul terdampak kekeringan

Pewarta: Sutarmi
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019