Tokyo (ANTARA News) - Sejumlah warga negara asing yang menjadi buronan Mabes Polri menjadi bahan pembicaraan sekitar 200 anggota polisi dari berbagai negara yang mengikuti Konferensi Penanggulangan Narkoba di Asia Pasifik di Tokyo, Kamis.Hal itu muncul setelah pimpinan delegasi Polri, Brigjen Pol Indradi Thanos, menyampaikan paparan peta kejahatan narkoba Indonesia tiga tahun terakhir, disusul kemudian permintaan untuk melakukan penyidikan bersama untuk menangkap lima warga asing yang menjadi buronan Mabes Polri."Permintaan kerja sama seperti ini harus dilakukan mengingat para buronan Polri itu merupakan warga asing yang terkait dengan sindikat internasional dari berbagai negara," kata Direktur Tindak Pidana Narkotika dan Kejahatan Terorganisir Bareskrim Mabes Polri itu. Kepada ANTARA News di Tokyo, Indradi Thanos mengemukakan warga asing yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atau daftar buronan itu merupakan para tersangka utama yang menjadi otak dalam kasus peredaran ekstasi di apartemen Mal Angrek Jakarta dan kasus narkoba lainnya di Batam tahun 2007. "Mereka adalah mafia Taiwan dan Malaysia. Mereka juga diduga menjadi bandar bagi peredaran narkoba di kawasan Asia Pasifik, serta kemungkinan masih memiliki keterkaitan dengan para tersangka lain dari Nigeria," kata Thanos lagi. Mengenai tanggapan yang diterima koleganya dari sesama anggota polisi yang hadir, Thanos mengatakan sangat baik, karena semua menyadari adanya kecenderungan untuk memperluas modus operandi dengan melibatkan sindikat-sindikat lokal di masing-masing negara dengan cepat. "Responnya sangat baik, maka Mabes Polri memintanya dalam bentuk MoU kerja sama, terutama dengan kepolisan China. Juga kerja sama dengan kepolisian Pakistan dan juga Nepal," katanya. Konferensi internasional di Tokyo itu berlangsung sejak Selasa (29/1) dan berakhir Kamis (31/1) setelah dibuka langsung kepala Kepolisan Jepang (National Police Agency-NPA) Hiroto Yoshimura. Sedikitnya 200 anggota satuan narkoba dari 23 negara di Asia Pasifik, termasuk sejumlah negara Eropa seperti dari Jerman, Perancis dan Rusia, ikut hadir sebagai peninjau. Mereka membahas peta dan jalur lalu lintas peredaran narkotika internasional, sekaligus membahas perkembangan terbaru di masing-masing negara. Sementara itu, anggota delegasi Indonesia lainnya, Kombes Pol Siswandi, mengatakan kerja sama dalam bentuk MoU (nota kesepahaman) itu merupakan salah satu komitmen anggota kepolisian di Asia Pasifik untuk mengatasi mengglobalnya kejahatan narkoba. "Dengan MoU seperti ini, pengejaran buronan dari masing-masing negara bisa dibantu lebih efektif karena kejahatan narkoba ini sudah semakin kompleks," kata Kanit Psikotropika Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Mabes Polri itu. Siswandi lalu mencontohkan sindikat Indonesia yang sudah bekerja sama dengan sindikat internasional dan menjadikan wilayah Indonesia produsen produsen pengolahan ekstasi, mengingat barang bukti yang disitanya mencapai jutaan butir ekstasi dengan nilai mencapai triliunan rupiah, seperti yang dilakukan mafia Taiwan dan Malaysia. Ia lalu menceritakan pengungkapan kasus empat pabrik sabu-sabu di Batam berikut bahan baku sabu-sabu senilai Rp454 miliar yang didalangi mafia Taiwan. Begitu juga kegiatan mafia Malaysia yang mendalangi penyelundupan jutaan ekstasi lagi yang berawal dari hasil penggerebekan di apartemen Mal Anggrek, Jakarta. "Mereka ternyata juga menjadi penyandang dananya. Apalagi tersangka warga Taiwan itu diketahui menjabat ketua asosasi dagang Indonesia dan Taiwan," katanya. Tiga warga Malaysia itu masing-masing Stalin Law Yong Kiat alias Steven, Cheong Mun Yau alias Andrew atau Heri dan Diong Chee Meng. Mereka diketahui menjadi otak bagi peredaran ekstasi di Indonesia, menyusul temuan sekitar 490 ribu ekstasi di apartemen Mal Anggrek, Jakarta, pada November 2007. Sedangkan warga Taiwan yang buron adalah Huang Wen Jhang, yang juga menjadi bos dari perusahaan Hup Seng Ltd, menyusul terungkapnya empat pabrik pembuat sabu-sabu di Batam pada Oktober 2007 atas kerja sama badan penanggulangan narkotika (DEA) Hing Kong dan Singapura. (*)

Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008