Jombang (ANTARA) - Mahasiswa di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Jombang, menegaskan menolak adanya anarkisme serta potensi pengerahan massa dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kami secara tegas menolak segala bentuk kerusuhan, anarkisme, serta pengerahan massa dalam menyikapi Pemilu Presiden," kata Ketua Pengurus Cabang PMII Jombang M Irham di Jombang, Rabu.

Ia sangat menyayangkan adanya aksi yang berujung dengan kerusuhan di sejumlah titik di Jakarta, pada 21-22 Mei 2019. Untuk itu, dirinya meminta hal tersebut tidak terjadi lagi.

"Jangan ada lagi kerusuhan seperti 22 21-22 Mei lalu. Mari jaga suasana yang sudah kondusif. Kami imbau masyarakat tetap guyub rukun usai perbedaan pilihan dalam Pemilu Presiden. Jangan ada pengerahan massa menjelang putusan MK," kata dia.

Hal yang sama juga dikatakan oleh STKIP PGRI Jombang, yang menegaskan bawah kampus menolak segala bentuk kerusuhan, anarkisme, serta pengerahan massa, dalam menyambut putusan MK (Mahkamah Konstitusi) terkait sengketa Pemilu Presiden 2019.

"Kami berkomitmen untuk menciptakan suasana kondusif serta menjaga persatuan dan kesatuan. Oleh sebab itu, kami menolak segala bentuk kerusuhan, tindakan anarki serta pengerahan massa dalam menyambut putusan MK," kata Ketua STKIP PGRI Jombang Munawaroh.

Munawaroh mengatakan, MK telah memroses sidang sengketa hasil Pemilu Presiden 2019. Dirinya mengimbau semua pihak menerima hasil putusan tersebut, karena putusan MK sudah final. Dengan itu, pihak yang bersengketa harus 'legowo' dan bukan sebaliknya melakukan tindakan inskontitusional. Jika itu dilakukan, masyarakat yang paling dirugikan.

"Jangan sampai kerusuhan 21-22 Mei terjadi lagi. Mari kedepankan nilai-nilai persatuan. Sudah selayaknya proses sengketa pemilu kita serahkan kepada lembaga yang diberi wewenang untuk memutus yaitu MK. Kami juga berkomitmen menjaga situasi tetap kondusif," tegas Munawaroh.

Sidang PHPU Pemilu Presiden 2019 digelar di MK pada 14 Juni 2019. Sidang tersebut dilakukan setelah ada gugatan kubu calon Presiden Prabowo Subianto - Sandiaga Uno yang mempermasalahkan hasil rekapitulasi suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas hasil Pemilu Presiden 2019.

KPU RI telah menetapkan pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin menang atas Prabowo – Sandiaga pada Mei 2019. Menurut perhitungan resmi KPU, Jokowi unggul 55,5 persen suara, sedangkan Prabowo hanya mendapaktan angka 44,5 persen.

Menurut kubu Prabowo – Sandiaga, dalam pemilu terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif. Poin-poin keberatan tersebut telah dituangkan dalam dokumen perbaikan perselisihan hasil Pemilu Presiden 2019 yang teregistrasi dengan nomor 1/PHPU.Pres-XVII/2019. MK menerima dokumen perbaikan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada 10 Juni 2019.

Rencananya, sidang PHPU akan berlangsung hingga 2 Juli 2019. Setelah sidang perdana dilakukan dilakukan pada 14 Juni 2019, sidang selanjutnya yakni sidang pemeriksaan, pendahuluan, dan penyerahan perbaikan jawaban dan keterangan, 17-24 Juni 2019.

Selanjutnya, MK melakukan pemeriksaan persidangan pada 25-27 Juni 2019, lalu hakim mengelar rapat permusyawaratan 28 Juni 2019. Sidang selanjutnya dengan agenda pengucapan putusan pada 28 Juni-2 Juli 2019.

Baca juga: Sidang MK, hakim cecar saksi pemohon soal keamanan

Baca juga: Mahfud MD: saksi PHPU tidak perlu minta perlindungan LPSK

Baca juga: Mahfud MD nilai Hakim MK bertindak profesional, adil dan tegas

Pewarta: Asmaul Chusna
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019