Washington D.C (ANTARA News) - Mantan Presiden RI Bacharudin Jusuf Habibie mengungkapkan bahwa pertemuan terakhirnya dengan mantan Presiden Soeharto terjadi pada tanggal 21 Mei 1998 --saat Soeharto lengser-- dan setelah itu hingga akhir hayatnya, Soeharto tidak memperbolehkannya lagi bertemu secara fisik. "Kamu tidak boleh bertemu dengan saya. Laksanakan tugasmu sebaik mungkin. Saya yakin kamu bisa," kata Habibie mengutip perkataan Soeharto di Washington D.C., Selasa malam. Kutipan tersebut disampaikannya dalam memenuhi permintaan saat tatap muka dengan masyarakat Indonesia di Washington agar dirinya bercerita tentang kenangan yang diingatnya tentang Soeharto, yang wafat pada Minggu (27/1) lalu. Menurut Habibie, Soeharto mengatakan hal itu karena senior yang sangat dihormatinya tersebut menginginkannya melaksanakan tugas sebagai presiden tanpa harus tergantung pada Soeharto. "Tetapi saya menuntut untuk bertemu karena ingin minta masukan tentang berbagai masalah pelik yang harus saya hadapi pada saat yang bersamaan. Tetapi beliau mengatakan `Tidak. Kita bertemu secara batin saja." ujar teknokrat yang sempat bertugas sebagai presiden RI selama 17 bulan itu --menggantikan Soeharto. Tidak hanya sulit bertemu secara fisik, Habibie juga tidak lagi dapat berbicara langsung dengan Soeharto. "Terakhir saya berbicara dengan Pak Harto lewat telpon, ya tanggal 9 Juni 1998, satu hari setelah beliau ulang tahun," ujarnya. Kendati tidak terlalu kentara, B.J. Habibie sempat menyiratkan penyesalannya tidak sempat bertemu dengan Soeharto sebelum pemimpin Orde Baru itu menghembuskan nafas terakhir dan menghadiri pemakaman. Ketika Soeharto wafat, ujar Habibie, ia baru tiba di Washington dan tidak memungkinkan bagi dirinya untuk kembali ke Indonesia. "Minggu siang saya telpon (Jakarta, red), bagaimana keadaan Pak Harto? Saya diberi tahu, membaik. Alhamdulillah. Tetapi kemudian paginya saya diberi tahu, Pak Harto sudah tidak ada. Mau kembali, tidak memungkinkan," katanya. Habibie berada di Washington antara lain untuk memenuhi undangan Usindo (Masyarakat Indonesia-Amerika) dan bertemu dengan beberapa rekannya yang pernah bertugas sebagai duta besar Amerika Serikat untuk Indonesia. Pada 15 Januari 2008, ujar Habibie, ia dan isterinya, mantan ibu negara Ainun Habibie, sempat menengok Soeharto di RS Pusat Pertamina. Ia bercerita, dirinya berangkat dari Jerman pada 14 Januari karena mendengar Soeharto dalam keadaan yang sangat kritis. "Karena mendadak, sempat tidak dapat tiket. Waktu itu pesawat Lufthansa sudah tidak ada tempat. Tiket untuk ekonomi habis. Bisnis habis. Tetapi saya beruntung, saya telpon Dirut Lufthansa, ternyata beliau dapat mengusahakan. Akhirnya bisa juga saya ke Indonesia," ujarnya. Setibanya di Jakarta setelah terbang selama 20 jam, Habibie dan keluarga langsung menuju RS Pertamina, namun sayang tidak dapat mendekati Soeharto. "Dokter menjelaskan kenapa Pak Harto tidak bisa didekati. Akhirnya kami berdoa untuk beliau, yang jaraknya sekitar tiga meter. Hanya tiga meter, tetapi (sayang) tidak bisa ketemu," katanya. Tentang wafatnya Soeharto, Habibie mengajak masyarakat untuk mendoakan Soeharto, termasuk mendoakan pengampunan bagi kesalahan yang pernah dibuat Soeharto. "Kita sebagai manusia yang berbudaya, hanya bisa memanjatkan doa... Tidak ada orang yang sempurna," katanya. Pada sesi tanya-jawab yang dipandu oleh Dubes RI untuk AS Sudjadnan Parnohadingrat, Habibie sempat berbicara dan menerima pertanyaan antara lain tentang SDM Indonesia sebagai kekuatan bangsa, Soeharto, nasionalisme, dan Timor Timur. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008