Jakarta (ANTARA News) - Upaya penyelesaian kasus-kasus perpajakan, seperti yang dituduhkan pada PT Asian Agri Group (AAG) harus dilakukan melalui pendekatan kecepatan waktu dan penyelamatan pendapatan negara, sebagaimana diatur oleh UU No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Demikian penegasan Anggota Komisi XI DPR Mustafa Kamal kepada wartawan di Jakarta, Rabu, menanggapi kelambanan Dirjen Pajak menuntaskan kasus pajak Asian Agri.
Ditjen Pajak, kata Mustafa Kamal, harus segera mempertimbangkan efesiensi waktu penyelidikannya karena kalau waktu untuk itu terlalu lama akibat sulit atau tidak ditemukannya bukti-bukti untuk dibawa ke pengadilan, upaya tersebut akan membuang-buang energi dan anggaran negara.
"Sehingga lebih baik dilakukan saja penyelesaian di luar pengadilan atau `out of court settlement`, karena hal itu juga sudah ada aturannya dalam UU Perpajakan," ujar Mustafa Kamal.
Menurut Mustafa, pemerintah yang dalam hal ini Depkeu dan membawahi Ditjen Pajak, memang harus mengoptimalkan target pencapaian pendapatan negara dari sektor perpajakan.
Karena itulah jika ada wajib pajak yang terindikasi melakukan pelanggaran pajak, maka pihak Ditjen Pajak harus segera melakukan penyelidikan agar negara tidak sampai kehilangan potensi pemasukan.
"Tapi kalau bukti-bukti pelanggaran sulit atau tidak bisa dibuktikan, maka lebih baik menjalankan saja mekanisme penyelesaian di luar pengadilan," ujarnya.
Apalagi semangat penyelesaian kasus-kasus perpajakan harus mempertimbangkan segi efesiensi waktu karena penyelesaian yang berlarut-larut akan menyusahkan wajib pajak dan juga merusak iklim kepastian berusaha.
Kepastian berusaha bagi wajib pajak, tegasnya, seharusnya menjadi pertimbangan Ditjen Pajak dalam penyelesaian kasus perpajakan dan tidak boleh diskriminatif.
"Jadi pendekatan yang harus dilakukan Ditjen Pajak adalah berupaya mempercepat waktu penyelesaian dan penyelematan pemasukan bagi negara," tandasnya.
Hal senada juga ditegaskan ahli hukum perpajakan Univeritas Indonesia (UI) Ali Purwito yang menyebutkan bahwa jika ditinjau dari sisi penerimaan negara, penyelesaian kasus AAG sebaiknya dilakukan di luar pengadilan saja.
"Selain proses penyelesaian bisa lebih cepat, uang pokok pajak berikut dendanya juga bisa langsung dimanfaatkan buat hal-hal mendesak seperti menangani banjir, bencana alam atau kebutuhan lain untuk negara," katanya.
Sementara itu pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Sri Adiningsih berpendapat, Ditjen Pajak tidak boleh diskriminatif dalam penyelesaian kasus AAG agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum dalam berusaha.
"Ditjen Pajak jangan sampai membuat ketidakpastian dalam regulasi dan jangan sampai solusi yang diberikan malahan dianggap tidak fair. Kalau ini yang terjadi akan berbahaya bagi iklim investasi dan kepastian berusaha. Ditjen Pajak juga harus transparan," tegasnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008