Yangon (ANTARA News) - Pemimpin pro demokrasi Myanmar yang ditahan Aung San Suu Kyi, Rabu, bertemu dengan para anggota penting partainya serta seorang perwira penghubung pemerintah, kata seorang pejabat kepada AFP. Pertemuan itu berlangsung sekitar 90 menit dan dilakukan di sebuah fasilitas militer dekat rumahnya di Yangon, di mana ia menjalani 12 tahun tahanan rumah dari 18 tahun ia dihukum, kata pejabat itu. Peraih hadiah Perdamaian Nobel itu dijemput di rumahnya dalam sebuah konvoi resmi, kata para saksi mata. Selama pertemuan itu, ia diizinkan berbicara dengan para anggota Komite Eksekutif Sentral dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dan perwira penghubung , Menteri Perburuhan Aung Kyi, kata pejabat tersebut. Aung San Suu Kyi terakhir diizinkan bertemu dengan para anggota dewan partainya 9 Nopember, di mana ia berbicara dengan empat anggota penting partai selama satu jam di kompleks militer yang sama. Fasilitas itu juga jadi lokasi empat pertemuan sebelumnya dengan Aung Kyi, yang ditunjuk sebagai perwira penghubung setelah tindakan keras yang menelan korban jiwa terhadap protes-protes pro demokrasi September. Pertemuan terbaru mereka diselenggarakan 11 Januari. Pertemuan itu dilakukan pada saat junta militer yang berkuasa meningkatkan tekanan terhadap para pembangkang politik. Seorang tokoh populer anggota NLD ditahan bersama dengan seorang anggota partai, Selasa, agaknya menentang pengawasan ketat militer atas Internet , kata jurubicara partai itu Nyan Win. Sepuluh pemimpin unjukrasa tahun lalu juga dituduh melanggar undang-undang penerbitan yang keras negara itu, satu kejahatan yang dapat diancam hukuman tujuh tahun penjara, kata partai itu, Selasa. Deputi jurubicara Deplu AS Tom Casey mengecam tuduhan-tuudhan itu sebagai "bukti lebih jauh bahwa rezim itu menolak semua usaha untuk mendukung dialog dan rekonsiliasi nasional." Protes-protes yang dipelopori para biksu Buddha September itu adalah ancaman terbesar pada pemerintah militer dalam hampir dua dasawarsa. PBB mengatakan paling tidak 31 orang tewas selama penindakan itu dan 74 lainnya masih hilang. Mengharapkan untuk meredakan kemarahan internasional atas pertumpahan darah itu, Myanmar melakukan serangkaian usaha konsiliasi termasuk mengizinkan utusan khusus PBB Ibrahim Gambari dan seorang penyelidik hak asasi PBB mengunjungi negara itu. Gambari dua kali mengunjungi Myanmar, tetapi ketika ia meminta untuk mengunjungi negara itu bulan ini, junta menundanya sampai April, demikian AFP.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008