Washington (ANTARA) - Pembangunan infrastruktur yang dibiayai oleh Belt and Road Initiative (BRI) China bisa mempercepat perkembangan ekonomi dan mengurangi kemiskinan di banyak negara berkembang, kata Bank Dunia di Washington pada Selasa (18/6) dalam sebuah laporan yang menyerukan reformasi kebijakan yang mendalam serta transparansi dari program ekonomi tersebut.

Pada laporan yang sama juga disebutkan bahwa BRI China, yang akan menghubungkan China dan Eropa melalui Asia Tengah dan Selatan dengan pelabuhan, jalur kereta, jalan, jembatan, dan infrastruktur lainnya, bisa menaikkan taraf hidup 32 juta orang jika diterapkan secara penuh.

Namun, Bank Dunia juga tetap menyertakan adanya risiko signifikan yang mungkin dialami.

"Untuk mencapai ambisi BRI China diperlukan reformasi yang juga sama ambisiusnya dari para negara peserta," kata Wakil Presiden Bank Dunia Bidang Pemerataan Pertumbuhan, Ceyla Pazarbasioglu, dalam keterangannya.

Dia menambahkan, "peningkatan dalam laporan data dan transparansi, khususnya mengenai pinjaman, pengadaan barang pemerintah yang terbuka, serta kepatuhan terhadap standar sosial dan lingkungan akan sangat membantu."

Presiden Bank Dunia yang baru, David Malpass, justru melewatkan pertemuan kedua program BRI China di Beijing, untuk melakukan perjalanan luar negeri pertamanya ke Afrika. Padahal ketika menjadi pejabat di Departemen Keuangan Amerika Serikat, Malpass adalah pengkritik BRI China yang menyebutnya membebani beberapa negara dengan utang yang berdampak buruk.

Dalam laporan Bank Dunia juga terdapat temuan bahwa bagi beberapa negara, biaya pembangunan infrastruktur lebih tinggi dibandingkan potensi pertumbuhan ekonomi, serta pembagian yang tidak merata di antara para negara peserta.

Misalnya saja untuk negara Kirghistan, Pakistan, dan Thailand, pertumbuhan pendapatan bisa mencapai delapan persen, namun bagi Azerbaijan, Mongolia, dan Tajikistan, pertumbuhan kesejahteraan bisa negatif.

Menurut Bank Dunia, pemasukan untuk koridor BRI China bisa dua sampai empat kali lebih besar jika mereka mempermudah pembatasan perdagangan serta reformasi kelembagaan agar bisa mengurangi ketertundaan di perbatasan.

Peningkatan partisipasi sektor swasta pada BRI China yang saat ini didominasi oleh bank dan perusahaan milik negara bisa membantu mempertahankan program inisiatif itu untuk jangka panjang.

Namun, negara-negara peserta tetap saja membutuhkan reformasi secara kelembagaan untuk meningkatkan iklim investasi mereka, termasuk peraturan dan perlindungan hukum yang lebih kuat.

Baca juga: Bank Dunia proyeksikan perlambatan ekonomi Asia Timur dan Pasifik
Baca juga: Trump calonkan Wakil Menkeu Malpass untuk pimpin Bank Dunia
Baca juga: Presiden baru Bank Dunia berharap hubungan konstruktif dengan China

Sumber: Reuters

Penerjemah: Suwanti
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019