Jakarta (ANTARA News) - Setelah hampir 87 tahun melakoni irama kehidupan di dunia fana ini, akhirnya Pak Harto menembus tabir rahasia untuk memasuki ranah perjalanan abadi yang kelak akan dialami semua manusia di muka bumi ini. Presiden kedua RI ini mengalami prosesi pemakaman amat fenomenal sejak berpulangnya Minggu (27/1-2008) hingga dimasukkan ke liang lahat di Astana Giribangun, Solo, Senin (28/1), serta menyita perhatian dan enerji cukup banyak dan menguras air mata secara amat dramatis. Walau banyak yang mencela masa lalunya, namun jutaan manusia yang mengikuti prosesi pemakaman melalui televisi nasional, yang sebagian di antaranya juga diwawancarai, dengan tulus mendoakan semoga Pak Harto diterima Allah SWT di sisi-Nya dan dimaafkan kesalahannya semasa hidup. Kematian Pak Harto sebenarnya sama dengan kematian manusia lain, yaitu lepasnya roh dari jasad. Hakekat berpulangnya pemimpin Orde Baru itu sama dengan kematian orang yang dimutilasi, pengemudi yang jatuh dari area parkir gedung tinggi, akibat sakit flu burung, demam berdarah dan ribuan penyebab lainnya. Karena lakon irama kehidupan yang teranyam pada diri dan pribadi Pak Harto selama ini amat fantastis, menyebabkan sakit dan matinya begitu fenomenal, bahkan kisahnya menjadi berita dunia berkepanjangan di berbagai media massa. "Kullu nafsin dzaaiqaatul maut. Qolu, inna lillahi wa inna ilaihi roji`un". Semua ciptaan Allah akan hancur ke bentuk zat asalnya, sesuai dengan janji Yang Maha Pencipta dan Pembasmi. Kematian semua manusia di muka bumi ini sudah dipastikan dan jadwalnya terukir dalam buku agenda malaikat. Namun kematian itu menyimpan rahasia amat dalam bahkan Nabi Muhammad SAW pun diberi pengetahuan amat sedikit tentang masalah mati itu. "Dan apabila mereka bertanya padamu (Muhammad) tentang ruh, katakanlah : Ruh itu urusan Tuhanku dan kamu tidaklah diberi pengetahuan kecuali sedikit." (Al-Qur`an, Surat Al Isra` ayat 85). Batas rahasia hidup dan mati itu begitu misterius, tidak dapat dianalisis dengan akal pikiran yang bagaimana pun hebat dan tinggi intelejensianya. Kepergian ke alam baka memang tidak ada yang mengetahuinya. Karena kematian itu berupa `Sir Allah` (rahasia Allah), yang bagi kalangan sufi mengatakannya dengan maut, yaitu keluarnya ruh dari tubuh. Ahli tasawuf Muhammad Mahmoud dalam bukunya Ra`aitullah (Aku Melihat Allah) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Abubakar Basymeleh dan Ibrahim Mansur menjadi Melihat Allah (1984) menuturkan dengan amat spesifik tentang rahasia Allah itu."Sir" tersembunyi Allah berseru kepada hamba-Nya (hal 78): "Hei Hamba! Sirmu yang tersembunyi itu berkekuatan melebihi kekuatan bumi dan langit. Sirmu dapat memandang tanpa biji mata, mendengar tanpa daun telinga. Sirmu tidak bertempat tinggal di dalam rumah dan tidak makan buah-buahan. Sirmu tidak mengenal malam dan tidak mengembara di siang hari." Sir manusia tidak diketahui oleh akal dan pikiran dan tidak pula berhubungan dengan hukum sebab akibat. Sir manusia hidup dalam abad demi abad, sedang jasadnya hidup dalam waktu yang ditentukan. "Aku berada di belakang sirmu. Pengetahuan tidak mengetahui Aku dan isyarat-isyarat tidak sampai menyaksikan Aku. Bila engkau meyakini tentang sirmu, engkau bukan lagi engkau, sedang engkau-engkau itu adalah tetap engkau engkau daripada-Ku. Segala sesuatu di alam wujud ini kemudian datangnya darimu," demikain sabda Allah kepada hamba-Nya. Sebanyak 42 dokter spesialis yang merawat Pak Harto,--yang sudah berpengalaman puluhan tahun dan menuntut ilmu hingga ke negeri seberang,--tidak mampu memblokir batas rahasia itu. Mereka juga tidak mampu mengikat maut agar tidak mendekat kepada orang terhormat itu. Mereka hanya mampu merawatnya selama dua minggu dan Minggu (27/1) pukul 13.10 WIB Pak Harto melewati tabir rahasia itu. Pak Harto kini sudah menempati kuburnya, tempat transit pertama roh sebelum menuju akhirat, karena alam kubur adalah tempat menginap sebelum hari kebangkitan. Kubur dan rumah adalah dua kata yang berbeda, tapi fungsinya sama. Rumah tempat tinggal, kubur pun demikian. Jenderal besar yang dijuluki "The Smiling General" itu sudah memasuki tidur panjang yang identik dengan perjalanan abadinya, sebagai kontras dengan perjalanan dan tidur sesaat putra putrinya serta manusia di muka bumi ini. "Tidur adalah saudara mati," kata Bey Arifin (Hidup Sesudah Mati, 1994 yang mengutip Az-Zumar, 42) yang berbunyi, "Allah mewafatkan jiwa ketika matinya dan jiwa yang tidak mati dalam tidurnya. Lalu ia tahan jiwa yang Ia tetapkan mati atasnya dan Ia lepaskan yang lain ke dalam tubuhnya hingga suatu masa yang ditentukan (umur atau ajal). Peristiwa yang demikian bukti bagi kaum yang berfikir." Bey Arifin melukiskan persamaan antara orang tidur dan yang mati, yang tidur dihidupkan kembali (bangun tidur) sedang yang mati pun dihidupkan kembali di alam abadi untuk menjalani perhisaban dan pembalasan akan kebaikan (hak) dan kejahatan (bathil) yang dilakukan semasa bangunnya. Orang yang sudah ditidurkan selama-lamanya itu pun, berdasar ayat kitab suci, disebutkan seakan-akan bangun tidur ketika tiba di alam akhirat. Seorang pria luka yang sudah dinyatakan mati dalam perang Vietnam mengatakan ia merasakan perasaan lega luar biasa. "Tidak ada lagi rasa sakit dan aku tak pernah merasa begitu santai. Aku merasa tenteram dan semua begitu indah," kata pria itu senada dengan ratusan orang mati suri seperti direkam dalam "Life After Life" karangan Raymond A. Moody Jr. MD, 1979. Namun H. Husen Usman Kambayang dalam "Menuju Perjalanan Abadi" (2004) menyitir Kanzul Akhbar menuliskan, "Pada waktu ajal sudah dekat, apabila orang mukmin, maka Jibril mengembangkan sayapnya yang kanan sehingga ia melihat tempatnya di surga dan ia memperhatikannya terus menerus hingga ia tidak lagi melihat yang lain sekalipun ayah, ibu, atau anak dan kerabatnya." "Sebaliknya, apabila yang meninggal itu orang kafir dan durhaka, maka malaikat Jibril mengembangkan sayapnya yang kiri, sehingga ia melihat tempatnya di neraka Jahannam dan terus memperhatikannya karena ketakutan dan ia tidak melihat ke arah lain walaupun ke arah ayah, ibu, anak atau kerabatnya." Kematian itu misterius dan amat rahasia. Setiap orang baru mengetahui rahasia itu setelah ia menembusnya saat ajal tiba. Pak Harto sudah berpulang dan ia sudah menembus tabir rahasia itu. Ia kini melakoni perjalanan abadi yang entah di mana batasnya. Selamat jalan Pak Harto. (*)
Oleh Oleh A.R. Loebis
Copyright © ANTARA 2008