"Permasalahan yang menjadi perhatian terkait dengan alokasi APBD untuk belanja antara lain penganggaran tidak sesuai dengan substansi, realisasi belanja tidak sesuai dengan alokasi anggaran, kelebihan pembayaran belanja modal," kata Tjahjo dalam pesan yang diterima di Jakarta, Rabu.
Selain itu, lima hal lain yang sering bermasalah terkait APBD adalah kelebihan pembayaran honorarium, perjalanan dinas dan paket meeting; kelebihan pembayaran belanja barang dan jasa termasuk jasa konsultasi; penyaluran belanja program yang belum dapat dimanfaatkan; penyaluran belanja barang ke masyarakat yang tidak memadai; serta pertanggungjawaban belanja kurang tertib.
Tjahjo mengatakan dengan peraturan yang sudah ada, daerah diharapkan dapat mengelola keuangan daerah dengan baik, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pelayanan publik dan pertumbuhan ekonomi daerah.
Mendagri juga mengingatkan agar daerah melakukan penyerapan anggaran dengan baik, sehingga angka sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan (Silpa) bisa mendekati angka nol.
"Dari data realisasi APBD provinsi tahun 2017 terlihat realisasi belanja sebesar Rp724,23 triliun atau 87,55% dari total belanja APBD. Rendahnya daya serap APBD antara lain disebabkan terlambatnya pemerintah daerah dalam menetapkan Perda tentang APBD dan keterlambatan proses pengadaan barang dan jasa," ujarnya.
Baca juga: Mendikbud: alokasi APBD Sultra untuk pendidikan rendah
Baca juga: Wapres JK minta pemda efisienkan anggaran
Baca juga: Kemenkeu ultimatum 191 pemda segera sampaikan APBD
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019