Jakarta (ANTARA News) - Para ahli dari bidang teknik pengeboran dan geologi menegaskan bahwa semburan lumpur di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal 29 Mei 2006 murni disebabkan kesalahan manusia. Tak kurang dari pakar teknik pengeboran dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr Rudi Rubiandini, mantan wakil direktur Pertamina Mustiko Saleh, dan Andang Bachtiar - mantan ketua IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia) - , di Jakarta, Selasa, menolak tegas-tegas pernyataan yang menyimpulkan semburan lumpur merupakan bencana alam. Menurut Rudi, yang pernah menjadi ketua tim investigasi independen luapan lumpur Lapindo, semua teori yang terus dikembangkan oleh Lapindo sebenarnya sudah terbantahkan oleh fakta-fakta ilmiah. Teori-teori yang menyebutkan bahwa luapan lumpur merupakan bencana alam - alias di luar kendali manusia dan tidak disebabkan oleh kesalahan manusia - kata Rudi, tidak lain merupakan upaya mengaburkan tanggung jawab dan tidak sejalan dengan fakta ilmiah. Rudi menjelaskan, teori bencana alam yang katanya akibat luapan panas bumi, gunung lumpur, dan pergerakan akibat gempa tektonik pada 27 Mei 2006 tidak ada yang didukung oleh bukti-bukti ilmiah secara keilmuan. "Kalau pakai teori luapan geotermal atau panas bumi, seharusnya air di permukaan mencapai 250 derajat Celcius, tapi `kan ternyata lumpur Porong panasnya cuma 100 derajat," kata pria berkumis itu. Sementara dugaan luapan lumpur akibat gunung lumpur, Rudi membantah teori itu karena memang lumpur tidak mungkin meluap tanpa pemantik, "Dan pemantiknya itu jelas berupa kegiatan pengeboran." Dugaan lain yang berlandaskan teori bencana alam, adalah gempa bumi yang bersumber di Yogyakarta. Dua hari sebelum lumpur meluap di Sidoarjo, terjadi gempa berkekuatan 6,3 skala Richter di Yogyakarta, dan sebagian orang mengkaitkan gempa bumi dengan semburan lumpur. "Tapi teori ini juga terbantahkan karena Sidoarjo yang 300 km dari titik gempa terlalu jauh untuk terkena efek gempa, para pakar memperkirakan gempa bumi memang bisa memicu pergeseran di bawah tanah bila kekuatannya di atas 9 skala Richter," kata Rudi. Sementara Mustiko Saleh menegaskan bahwa upaya yang ingin membuat opini publik luapan lumpur merupakan bencana alam merupakan pengalihan persoalan.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008