Jakarta (ANTARA) - Jaringan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Climate Action Network (CAN) mendesak para negosiator yang sedang berunding dalam Konferensi Perubahan Iklim di Bonn, Jerman, menyepakati skema pendanaan untuk penanganan darurat iklim yang lebih ambisius.
CAN, yang meliputi 1.100 LSM lingkungan global dari 120 negara, mendesak agar sesi negosiasi di Bonn menetapkan kerangka acuan yang kuat untuk peninjauan Mekanisme Internasional Warsawa (Warsaw International Mechanism/WIM), yang dibuat tahun 2014 untuk mengatasi kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim.
"Pendanaan iklim adalah kewajiban, kita tahu saat ini ada kesenjangan sangat besar terkait pendanaan adaptasi dan bagaimana sebenarnya pendanaan ini sangat membantu negara-negara rentan merespons perubahan iklim," kata Analis Kebijakan Internasional CAN Kanada Eddy Perez dalam keterangan tertulis CAN yang diterima di Jakarta, Selasa.
Perez mengatakan bahwa tanpa dukungan pendanaan implementasi Nationally Determined Contributions (NDC) tidak akan berjalan, karena negara-negara berkembang membutuhkan dana untuk menyiapkan dan mengimplementasikan rencana penanganan perubahan iklim secara domestik.
"Kita butuh memastikan bahwa pendanaan tetap ada paling atas dalam agenda politik dan tidak hanya sebuah diskusi teknis dalam ruangan negosiasi saja, karenanya kita butuh melihat ini sebagai paket pendanaan," ujar dia.
Global Climate Change Lead dari ActionAid International Harjeet Singh mengatakan sementara negara-negara menjalankan upaya untuk memperbaiki ekonomi atau mengeksplorasi sektor-sektor baru, negara-negara berkembang dan masyarakat miskin berjuang untuk menghadapi dampak perubahan iklim.
"Ratusan orang sekarat, jutaan orang kehilangan tempat tinggal setelah dua topan secara berturut-turut menghantam Mozambik. Dan ketika kita berbicara di sini, Mozambik sedang berjuang untuk mengumpulkan uang 3,2 miliar dolar AS yang mereka butuhkan. Mereka mengadakan konferensi untuk mengumpulkan bantuan, tetapi tidak mendapatkan dukungan," kata Singh.
"Suhu udara India mencapai 48 derajat Celsius, sedangkan di Rajastan melebihi 50 derajat. Dalam 48 jam terakhir 45 orang kehilangan nyawa karena gelombang panas. Itu realitas yang kita hadapi dan ini baru satu derajat Celsius pemanasan global meningkat dan sudah menyebabkan kekacauan," ia melanjutkan.
Direktur Program Iklim World Resources Institute (WRI) untuk UNFCCC Yamide Dagnet mengatakan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengatakan kepada para kepala negara untuk menyiapkan langkah konkret dan rencana-rencana yang lebih baik untuk meningkatkan aksi mengurangi gap temperatur guna menghindari kehilangan dan kerusakan akibat peningkatan suhu dua hingga tiga derajat Celsius.
"Dalam konteks darurat iklim dan krisis ekologi seperti ini, seperti yang coba diingatkan remaja di seluruh dunia setiap Jumat, seperti yang selalu diingatkan putra saya yang berusia 10 tahun setiap saya pamit padanya untuk mengikuti negosiasi iklim selama dua minggu, kita butuh ambisius, ambisius, ambisius," kata Dagnet.
Ia juga menggarisbawahi gagasan tidak meninggalkan siapapun di belakang, karena untuk pertama kalinya sesi tersebut akan menyediakan tempat untuk mendiskusikan pemenuhan hak asasi manusia, keterlibatan masyarakat adat, dan upaya penanggulangan perubahan iklim yang lebih responsif terhadap gender.
Baca juga:
Pemerintah siapkan ICCTF+ sebagai mekanisme pendanaan iklim
PBB yakin pendanaan iklim terpenuhi
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019