Jakarta (ANTARA News) - Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah sebagai tersangka kasus aliran dana BI ke DPR dinilai sejumlah pengamat sangat bernuansa politik karena terkait dengan jadwal pemilihan Gubernur BI yang baru. "Keputusan KPK ini jelas sangat politis karena bertujuan menjegal Burhanuddin untuk maju menjadi Gubernur BI lagi," kata pengamat ekonomi Aviliani di Jakarta, Senin. Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah menjelaskan bahwa hasil rapat pleno KPK pada Jumat (25/1) memutuskan bahwa Burhanuddin bersama Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong dan Pimpinan BI Surabaya Rusli Simanjuntak ditetapkan sebagai tersangka kasus aliran dana tersebut. Aviliani menyayangkan keputusan yang dibuat KPK ini karena persoalan hukum sebaiknya tidak lagi dikait-kaitkan dengan kepentingan politik yang membuat semua tatanan hukum di negara ini menjadi sangat lemah. "Saya tidak menutup mata bahwa kasus aliran dana ke DPR itu memang terjadi, tetapi jangan dijadikan sebagai alat permainan politik untuk kepentingan tertentu. Sebab kalau mau dibandingkan, hampir semua Departemen dan lembaga negara ini juga memberikan dana kepada DPR untuk berbagai kepentingan," katanya. Aviliani menilai, penetapan Burhanuddin sebagai tersangka ini jelas merugikan BI dan juga negara karena citra Bank Indonesia sebagai bank sentral negara menjadi tercoreng di dunia internasional. "Di dunia internasional kredibilitas kita akan menurun, bahkan bisa dimanfaatkan para spekulan untuk mengeruk keuntungan dari kondisi ini," katanya. Aviliani menambahkan bahwa para pejabat dan politisi sudah saatnya untuk berpikir lebih luas melihat persoalan yang dialami rakyat saat ini, dan tidak hanya menjalankan trik-trik politik demi kepentingan kelompok saja yang bahkan merugikan rakyat kebanyakan. Sementara itu, pengamat hukum Romli Atmasasmita berpendapat KPK harus konsisten dengan keputusan penetapan Burhanuddin sebagai tersangka, dengan melengkapi keputusannya itu dengan alat-alat bukti yang kuat. "KPK harus bekerja sesuai prosedur, aturan main yang benar dan bukti-bukti yang kuat sehingga proses hukum bisa tuntas. Kalau ternyata nanti di pengadilan kalah karena bukti yang lemah, dugaan kita bahwa kasus ini hanya dipolitisir itu menjadi benar," katanya. Romli mengaitkan hal ini pada aturan dalam UU nomor 3/2004 tentang BI yang menyebutkan bahwa Gubernur BI tidak memiliki wewenang dalam setiap keputusan yang dikeluarkan BI karena kebijakan diputuskan oleh Dewan Gubernur melalui Rapat Dewan Gubernur BI. "Kalau KPK menyatakan Burhanuddin bersalah berarti seluruh Dewan Gubernur juga bersalah, sementara KPK hanya menetapkan Burhanuddin saja bersama Rusli dan Oey," katanya. Selain itu, pada pasal 55 KUHP juga disebutkan mengenai fakta penyertaan, sehingga semua pejabat BI yang ikut menandatangani keputusan rapat mengenai pengeluaran dana itu seharusnya juga menjadi tersangka. "Anggota Dewan Gubernur yang tandatangan seperti Aulia Pohan, Anwar Nasution, dan Maman Sumantri seharusnya juga jadi tersangka. Jadi KPK harus buktikan ini bukan kasus yang dipolitisasi," tambahnya. Masa jabatan Burhanuddin sebagai Gubernur BI akan berakhir pada Mei 2008 mendatang, namun tiga bulan sebelumnya atau paling lambat pada 17 Februari mendatang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus mengajukan maksimal tiga nama untuk dipilih oleh DPR. Burhanuddin yang baru satu kali menjabat Gubernur BI masih bisa maju satu kali lagi untuk menjabat Gubernur BI periode 2008 - 2013.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008