Padang (ANTARA News) - Perda retribusi, pajak atau pungutan daerah kepada kalangan dunia usaha saat ini justru banyak dibebankan kepada konsumen dan bukan ditanggung pengusaha, karena itu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah daerah dapat mempertimbangkan kembali perda-perda tersebut. "Banyak Perda pungutan retribusi bagi kalangan dunia usaha dibuat, tapi ujung-ujungnya justru konsumen yang dirugikan. Hal ini harus ditata kembali, agar jangan konsumen yang selalu menanggung beban," kata Ketua YLKI Sumbar, Dahnil Aswad, kepada ANTARA News di Padang, Senin. Ia memberi contoh, Perda retribusi rumah makan atau hotel yang dikenakan kepada para pengusaha sektor usaha tersebut, tetapi biaya retribusi itu justru dibebankan kepada pembayaran jasa yang dibeli konsumen. Artinya, para pengusaha yang seharusnya kena pajak justru posisinya berubah menjadi perantara pembayaran dari pembeli (konsumen, red) kepada pemerintah daerah. "Jadi pada akhirnya tetap saja konsumen yang menanggung beban pajak atau retribusi yang dipungut berdasarkan Perda tersebut," tambahnya. Contoh lain, pajak retribusi kepada beban angkutan kendaraan yang ditujukan kepada pengusaha, justru dibayar dengan menaikan tarif sewa kepada konsumen. "Memang yang lebih banyak protes selama ini adalah kalangan dunia usaha, dengan alasan merasa dibebani padahal konsumenlah yang lebih dirugikan, karena para pengusaha bisa menaikan harga terkait adanya pajak dan retribusi tersebut," tambahnya. Harga yang dinaikan pasca adanya pajak itu, lalu dibayar konsumen, dengan demikian konsumenlah yang sebenarnya menanggung pajak tersebut, kata Dahnil. Terkait kondisi ini, YLKI Sumbar beberapa kali melakukan "hearing" (dengar pendapat) dengan DPRD baik Provinsi mapun kabupaten kota, agar dalam merancang sebuah perda tentang pajak atau retribusi harus dilihat lebih jernih apakah nantinya akan memberatkan konsumen. Selain itu, pelaksanaan Perda agar dipantau dan dilakukan pengawasan jangan sampai tujuan menarik retribusi pada pengusaha justru dalam pelaksanaannya dibebankan kepada konsumen, tambahnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008