Investigasi terhadap 65 kontainer milik empat perusahaan yang datang secara bertahap sejak awal Mei 2019 tersebut dilakukan tim gabungan di Pelabuhan Bongkar Muat, Batu Ampar, Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
“Kalau (65 kontainer yang ada di) Batam baru akan di investigasi minggu ini. Saya belum bisa kasih penjelasan,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati dihubungi di Jakarta, Minggu.
KLHK, menurut Vivien, menyiapkan sejumlah langkah jangka pendek dan panjang untuk mengatasi persoalan masuknya sampah atau limbah B3 secara ilegal melalui jalur impor ini.
Untuk jangka pendek ia mengatakan pemerintah melakukan reekspor material impor termasuk kertas dan plastik yang mengandung sampah. KLHK akan melakukan verifikasi di lapangan untuk memastikan jumlah sampah ikutan dalam impor kertas bekas.
Selanjutnya, ia mengatakan KLHK akan meningkatkan koordinasi dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) tentang kebutuhan impor kertas bekas untuk material. Selain itu, juga meningkatkan koordinasi pengawasan dengan Kementerian Keuangan cq Ditjen Bea Cukai.
Sedangkan untuk langkah jangka panjang Vivien mengatakan KLHK mengusulkan perubahan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun, antara lain pada frasa lain-lain yang perlu diperjelas.
Hal tersebut, kata dia, termasuk mengusulkan pergeseran kertas dari jalur hijau menjadi jalur merah Bea Cukai apabila ternyata jumlah sampah yang masuk melalui jalur impor sangat besar.
Ia juga mengatakan akan melakukan perhitungan atau kajian sampah ikutan dari import kertas, menyusun prosedur perhitungan sampah ikutan dalam kertas impor dan menyampaikannya kepada seluruh kementerian/lembaga terkait.
Selain itu, menurut dia, akan dibangun mekanisme penegakan hukum bagi penanggung jawab yang terbukti melakukan impor sampah.
Jika terbukti melakukan impor sampah atau limbah B3 dapat dijerat dengan Undang-undang (UU) 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sehingga dapat terancam pidana sebagaimana Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) dengan hukuman paling sedikit tiga tahun dan paling lama 12 tahun dan denda antara Rp100 juta sampai dengan Rp5 miliar.
Selain itu, dengan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Sampah. Pelaku dianggap melanggar Pasal 98, Pasal 104, sehingga bisa diancam dengan Pasal 105 dan Pasal 107.
Pelaku juga melanggar Konvensi Basel yang telah diratifikasi melalui Perpres Nomor 47 Tahun 2005 dan melanggar Permendag Nomor 31/M-Dag/per/5/2016 tentang ketentuan import limbah Non-B3.
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019