Makassar (ANTARA News) - Konsep Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang disusun dan diterapkan pemerintah Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto, selaku presiden RI pada waktu itu, perlu dilanjutkan dan dikembangkan oleh pemerintahan sekarang dan masa mendatang. "Dengan konsep Repelita itu, arah pembangunan selama orde baru tertata dengan baik sehingga kebijakan ekonomi pemerintah tidak terkesan `tiba masa tiba akal` seperti dewasa ini," kata Prof Dr Halide, pengamat ekonomi dari Universitas Hasanuddin (Unhas) yang dihubungi ANTARA di Makassar, Minggu. Kebijakan lain yang pernah diterapkan Soeharto dalam pembangunan ekonomi Orde Baru yang masih bisa diadopsi adalah memprioritaskan sektor pertanian dan mendorong tumbuhnya industri manufaktur (agroindustri) untuk menghasilkan barang jadi yang bernilai ekonomi tinggi. Dengan konsep Repelita dan prioritas kepada sektor pertanian, Indonesia untuk pertama kali mendapat penghargaan dari FAO (organisasi pangan dan pertanian dunia/PBB) karena keberhasilan Indonesia dalam mencapai swasembada beras pada tahun 1980-an. "Akan tetapi dalam beberapa tahun setelah Orde Baru runtuh, sektor pertanian seolah dilupakan menyebabkan bangsa ini selalu mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan beras, kedelai, jagung dan beberapa komoditi pertanian lainnya untuk masyarakat," ujarnya. Halide mengaku amat prihatin karena Indonesia yang kaya akan sumber daya alam, khususnya sektor pertanian, namun tetap saja mengimpor beras, kedelai, jagung, minyak goreng dan berbagai produk pertanian lainnya. Menurut dia, meskipun ekonomi Indonesia dewasa ini tumbuh di atas enam persen, namun pertumbuhan itu tidak berpijak pada pondasi yang kuat karena unggulannya adalah sektor konsumsi. "Ekonomi memang tumbuh, tapi sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam pertumbuhan itu adalah konsumsi. Jadi rakyat diajar untuk konsumtif dengan membangun mal-mal, supermarket, hypermarket dan investasi-investasi yang mendorong sikap konsumtif masyarakat," ujarnya. Halide mendorong semua pihak untuk melupakan kekurangan-kekurangan Pak Harto selama rezim Orde Baru berkuasa, dan mengambil hikmah serta manfaat dari berbagai kebijakan yang bisa diaplikasikan dalam pembangunan ekonomi bangsa dewasa ini. Ia juga mengingatkan agar kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam pemerintahan Soeharto jangan sampai terulang lagi. Guru besar ekonomi makro ini memberi contoh, setelah Repelita III, rezim Soeharto mulai terlibat kolusi dengan pelaku-pelaku usaha (konglomerat) tertentu sehingga konsep "menetes ke bawah" tidak lagi berjalan dengan baik yang menyebabkan pemerataan pembangunan tidak berjalan lagi. Harus diingat, kata guru besar yang mengaku sebagai pendukung konsep ekonomi Orde Baru ini, awal kejatuhan Orde Baru adalah merajelalanya "koncoisme" sehingga pemerataan tidak jalan dan menimbulkan kemarahan rakyat. "Bayangkan saja, pada tahun 1998, dari 31 juta pengusaha, hanya sekitar 10.000 yang kuat dan konglomeratnya hanya 300, tetapi yang 300 ini menguasai 60 persen aset bisnis nasional," ujarnya. Terkait masalah hukum yang melilit jenderal bintang lima ini, Halide meminta agar semua pihak melupakan dan memaafkan almarhum. Yang perlu diproses adalah keluarga dan kroni almarhum bila memang mereka terbukti memanfaatkan kekayaan negara untuk kepentingan pribadi.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008