Hong Kong (ANTARA) - Puluhan ribu orang diperkirakan turun ke jalan di Hong Kong pada Ahad guna menuntut pemimpin kota itu meletakkan jabatan, sehari setelah ia membekukan rancangan undang-undang ekstradisi setelah protes paling rusuh dalam beberapa dasawarsa.
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam pada Sabtu menunda untuk waktu yang tidak ditentukan RUU yang dapat mengirim orang ke China Daratan untuk menghadapi pengadilan, dan menyampaikan "kepedihan yang mendalam dan penyesalan".
Tindakan tersebut adalah salah satu perubahan politik paling penting oleh pemerintah Hong Kong sejak Inggris mengembalikan wilayah itu kepada China pada 1997, dan itu mengundang pertanyaan mengenai kemampuan Lam untuk terus memimpin kota tersebut.
Penyelenggara protes pada Ahad mengatakan mereka berharap lebih dari satu juta orang menghadiri pertemuan terbuka, jumlah yang sama yang mereka perkirakan dalam demonstrasi untuk menentang RUU ekstradisi yang diusulkan pada Ahad lau. Polisi menyatakan jumlah orang yang berdemonstrasi 240.000.
Bentrokan keras pada Rabu (12/6), ketika polisi menembakkan peluru karet dan gas air mata ke arah pemrotes menjadi berita utama global dan memaksa sebagian bank menutup cabang mereka.
Sebagian pengusaha Hong Kong telah mulai memindahkan kekayaan mereka ke luar negeri karena keprihatinan mengenai RUU ekstradisi yang diusulkan, demikian laporan Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad siang. Banyak pengeritik memperingatkan RUU itu bisa mengikis status internasional di kota tersebut.
Sistem pengadilan mandiri di kota itu dijamin berdasarkan hukum yang mengatur kembalinya Hong Kong dari Inggris kepada kekuasaan China 22 tahun lalu, dan dipandang oleh masyarakat diplomatik dan pengusaha sebagai aset lamanya yang tersisa di tengah penggerogotan oleh Beijing.
Sumber: Reuters
Penerjemah: Chaidar Abdullah
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2019