Blitar (ANTARA) - Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Blitar, Jawa Timur, mendukung kepada hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) agar bisa bekerja secara independen dan profesional dalam menangani Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu Presiden 2019.

"Kami bukan bermaksud membela salah satu pasangan calon tertentu. Dan kami percaya sembilan hakim MK bisa bekerja secara independen dan profesional dalam menangani PHPU Pemilu Presiden dan juga Pemilu Legislatif 2019," kata Ketua DPC GmnI Blitar Kresna Herbi Pamungkas di Blitar, Sabtu.

Pihaknya memberikan dukungan sepenuhnya ke MK agar mereka tidak perlu takut dengan berbagai opini maupun tekanan dari berbagai pihak. Hakim MK harus tetap independen mengambil keputusan gugatan yang diajukan tersebut demi keadilan, demi kemanusiaan, demi kedaulatan NKRI sesuai fakta hukum.

Ia juga menambahkan, Indonesia saat ini masih mengalami darurat penegakan hukum. Untuk itu, semua pihak diharapkan bisa menghormati hukum yang berlaku serta keputusan dari majelis hakim.

"Kami menilai kondisi Indonesia saat ini masih mengalami darurat penegakan hukum. Beberapa kasus penegakan hukum di Indonesia masih menyisakan misteri karena belum terselesaikan dengan baik," kata dia.

Lebih lanjut, ia mengatakan semua perlu berlandaskan kepada nasionalisme, demi menyatukan kembali bukan hanya dalam hal politik namun juga keutuhan dan selesainya masalah berlandaskan pada Pancasila juga yakni sila ke-3 Persatuan Indonesia.

"Hal ini juga bisa menjadi acuan selesainya problematika perkembangan Pemilu Presiden tahun ini dengan harapan semua bisa menyikapi dengan sikap politik yang bijaksana," ujar dia.

Demonstrasi menolak hasil Pemilu Presiden 2019 terjadi pada 21-22 Mei 2019 dan berbuntut kericuhan di beberapa titik di Ibu Kota, seperti depan Gedung Bawaslu, Tanah Abang, dan Petamburan.

Menurut Polri, kerusuhan itu direncanakan dengan menunggangi unjuk rasa menolak hasil Pemilu Presiden 2019. Terdapat beberapa pihak yang ingin menciptakan martir agar memicu kemarahan rakyat terhadap aparat keamanan. Mereka ingin kerusuhan meluas.

Polisi telah menangkap sebanyak 447 terduga perusuh. Dalam perkembangannya, aparat masih membagi peran pelaku yang ditangkap ke dalam beberapa kategori.

Sementara itu, dari jumlah 447 orang terduga perusuh tersebut, 67 orang di antaranya merupakan anak di bawah umur, sehingga dalam proses penanganan kasusnya membutuhkan langkah-langkah khusus. Polisi menempuh jalur penyelesaian perkara di luar pengadilan atau diversi dan terdapat juga yang dikembalikan ke orang tua.

Presiden Joko Widodo saat melakukan kunjungan kerja di Bali, Jumat (14/6) meminta masyarakat untuk memercayakan penyelesaian kasus kerusuhan yang terjadi saat aksi 21 - 22 Mei 2019 kepada aparat.

"Berikan waktu terlebih dahulu kepada polisi untuk menyelesaikan yang kasus [rencana] pembunuhannya," kata Presiden saat itu.

Pernyataan Jokowi tersebut merujuk pada pengungkapan rencana pembunuhan sejumlah tokoh nasional dan seorang direktur eksekutif lembaga survei. Hingga saat ini, kepolisian masih melakukan penyelidikan mendalam untuk mengembangkan kasus tersebut.

Pewarta: Asmaul Chusna
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019