Samarinda (ANTARA News) - Salah seorang awak pesawat Cassa 212 seri 200 yang jatuh di pedalaman Kabupaten Malinau, Kaltim, Sabtu (26/1) kemarin, ternyata adalah Clifford Wattimena (53), putra dari legenda penerbang Indonesia Leo Wattimena.
Menurut Manajer Area PT Dirgantara Air Service (DAS), Ramly Effendi Siregar, Clifford merupakan co-pilot dari pesawat naas yang membawa panel listrik tenaga surya itu, sementara pilotnya adalah Sumiskun, dan seorang awak lainnya adalah Darsono sang mekanik.
Pesawat milik PT Dirgantara Air Service (DAS) tersebut seyogyanya membawa panel listrik tenaga surya dari Bandara Juwata menuju landasan udara Long Ampung di Malinau. Panel listrik itu rencananya akan diperuntukkan bagi warga pedalaman Malinau.
Bangkai pesawat ditemukan di Tidung Payau (bukan Kidung, seperti dilaporkan sebelumnya), di daerah perbukitan yang berjarak sekitar tiga mil dari landasan Long Ampung. Pesawat ditemukan oleh warga setempat sekitar pukul 16:35 WITA, namun nasib tiga awaknya hingga laporan ini disiarkan, belum diketahui.
Penyebab kecelakaan pesawat PT. DAS hingga kini juga belum diketahui.
Menurut Ramly, pemerintah provinsi Kaltim, secara rutin men-carter pesawat PT DAS untuk mengirim panel tenaga surya untuk listrik di daerah pedalaman Kaltim.
Disinggung mengenai kondisi pesawat, Ramly mengatakan pesawat produksi PT Dirgantara Indonesia tahun 1988 itu dinilai masih laik terbang.
"Pemeriksaan kondisi kelayakan pesawat terakhir dilakukan pada Desember 2007," kata Ramly.
Mengenai kondisi cuaca saat penerbangan dilakukan, Ramly mengatakan saat itu jarak pandang di Bandara Juwata mencapai lima kilometer.
Menurut dia, kondisi itu tergolong normal karena jarak pandang untuk pesawat kecil seperti Cassa minimal adalah 500 meter.
Ketika ditanyakan apakah pihak menajemen PT. DAS sudah mengabari pihak keluarga korban, Ramly tidak bisa berkomentar. Ia hanya mengatakan kedua pilot sudah memiliki jam terbang yang sangat tinggi.
Clifford yang berdomisili di Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah, sudah bekerja bersama PT. DAS selama 25 tahun. Ia merupakan putra dari salah satu penerbang handal Indonesia Marsekal Muda (Pur) Leonardus Willem Johanes Wattimena, atau yang dikenal dengan Leo Wattimena.
Leo yang meninggal dunia pada 1976 tercatat sebagai penerbang jet pertama Indonesia di masanya, seiring dengan datangnya delapan pesawat de Havilland DH-115 Vampire. Ia pernah menjabat sebagai Panglima AU Mandala pada masa perebutan Irian Barat dari Belanda.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008