Negara-negara lain terlihat kurang tangguh dalam menghadapi ketegangan perdagangan...
New York (ANTARA) - Kurs dolar AS menguat terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), dengan indeks dolar naik ke level tertinggi dalam hampir dua minggu setelah data penjualan ritel menggembirakan untuk Mei, yang dirilis menjelang pertemuan kebijakan bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (Fed) minggu depan, yang mengurangi kekhawatiran bahwa ekonomi negara itu melambat tajam.
Departemen Perdagangan AS mengatakan penjualan ritel naik 0,5 persen pada bulan lalu, tepat di bawah ekspektasi para ekonom untuk kenaikan 0,6 persen. Data untuk April direvisi naik menjadi menunjukkan penjualan ritel menguat 0,3 persen, bukannya turun 0,2 persen seperti yang dilaporkan sebelumnya.
Indeks dolar AS terhadap sekeranjang mata uang terakhir mencapai 97,35, naik 0,53 persen pada hari itu dan tertinggi sejak 3 Juni.
Dolar AS telah pulih pada minggu terakhir setelah mengawali Juni dengan melemah, karena investor mempertimbangkan apakah ekspektasi untuk penurunan suku bunga AS telah terlalu dibuat-buat relatif terhadap data.
Dengan pertumbuhan ekonomi internasional yang melambat, investor khawatir bahwa Presiden AS Donald Trump akan mengenakan tarif pada Jepang dan Eropa, yang dapat mengakibatkan bank sentral lebih dovish secara global dan memberikan dolar keuntungan relatif.
Ekonomi AS juga dipandang memiliki posisi yang lebih baik untuk menangani ketegangan perdagangan dibandingkan negara lain.
Dolar AS "sampai saat telah diuntungkan dari berita globalisasi negatif karena sisi domestik ekonomi AS terlihat cukup kuat untuk berurusan dengan headwinds terkait perdagangan," kata analis Morgan Stanley dalam sebuah laporan pada Jumat (14/6).
"Negara-negara lain terlihat kurang tangguh dalam menghadapi ketegangan perdagangan karena paparan yang lebih tinggi terhadap permintaan impor global, ketergantungan pada ekspor manufaktur, dan permintaan domestik yang kurang berkembang," kata mereka.
Data China pada Jumat (14/6/2019) menunjukkan lebih banyak tanda-tanda peringatan, dengan pertumbuhan output industri secara tak terduga melambat pada Mei ke level terendah dalam lebih dari 17 tahun dan pendinginan investasi, menggarisbawahi perlunya stimulus lebih besar.
The Fed tidak secara luas diperkirakan akan menurunkan suku bunga ketika bertemu pada 18-19 Juni, meskipun investor akan memperhatikan sinyal baru bahwa pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS mungkin akan dilakukan pada Juli.
Para pedagang suku bunga berjangka memberi kalkulasi peluang 23 persen untuk pemotongan suku bunga pada Juni, dan kemungkinan 87 persen dari setidaknya satu pemotongan pada Juli, menurut Alat FedWatch CME Group.
Katalis utama lainnya untuk dolar AS dalam waktu dekat adalah apakah Amerika Serikat dan China akan memperbarui negosiasi perdagangan di KTT G20 pada 28-29 Juni di Jepang.
Trump mengatakan pada Jumat (14/6/2019) bahwa tidak masalah jika Presiden China Xi Jinping menghadiri KTT, menambahkan bahwa China pada akhirnya akan membuat kesepakatan perdagangan dengan Amerika Serikat.
Pada akhir perdagangan New York, euro turun menjadi 1,1208 dolar AS dari 1,1279 dolar AS di sesi sebelumnya, dan pound Inggris turun menjadi 1,2584 dolar AS dari 1,2682 dolar AS di sesi sebelumnya. Dolar Australia turun menjadi 0,6866 dolar AS dari 0,6916 dolar AS.
Dolar AS dibeli 108,56 yen Jepang, lebih tinggi dari 108,32 yen Jepang pada sesi sebelumnya. Dolar AS naik menjadi 0,9990 franc Swiss dari 0,9933 franc Swiss, dan naik menjadi 1,3416 dolar Kanada dari 1,3325 dolar Kanada. Demikian laporan yang dikutip dari Reuters.
Baca juga: Rupiah melemah 45 poin, investor cemas cadangan devisa turun
Baca juga: IHSG akhir pekan ditutup melemah 0,36 persen
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019