Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta semua kalangan tidak merendahkan martabat bangsa yang seolah-olah tidak mampu mengatasi masalah sendiri, karena sesungguhya Indonesia memiliki banyak kemampuan dan kelebihan dibanding negara lain.
Demikian salah satu butir Pidato Kebudayaan Presiden Yudhoyono yang disampaikan pada acara HUT Central for Information and Development Studies (CIDES) di Jakarta, Jumat malam.
"Jangan mengolok diri sendiri (bangsa) karena keberhasilan dalam suatu perubahan suatu bangsa terdapat dalam alam pikirannya sendiri," kata Presiden.
Disebutkan, banyak yang mengutarakan semua pihak harus memahami hakekat perubahan yang telah berlangsung di negara ini.
"Jangan cemas dan berkecil hati kalau dalam 10 tahun reformasi belum mencapai harapan-harapan yang diinginkan karena negara lain butuh waktu juga butuh waktu dua hingga tiga dasawarsa mengatasi krisis ekonomi dan politik," katanya.
Kepala Negara juga mengajak masyarakat memahami bahwa dalam gerakan perubahan selalu ada tantangan resistensi. "Ini yang kita harus siap mengelolanya," katanya.
Untuk itu lanjutnya, agar perubahan berhasil perlu keyakinan, optimisme dan sikap berpikir positif dari seluruh anak bangsa.
"Bukan hanya Cides, bukan orang per orang, dan bukan hanya SBY, tetapi bangsa secara keseluruhan," tegasnya.
Karena itu diutarakannya, marilah merubah cara berpikir, cara memandang reformasi yang diyakini bahwa jalan dan langkah yang ditempuh sudah benar demi mencapai tujuan bersama.
Pada pidato berdurasi sekitar 40 menit tersebut, Presiden memaparkan kriteria sebuah negara disebut bermartabat dan mandiri.
Sebuah negara belum sepenuhnya disebut bermartabat jika kemiskinan yang ekstrim masih terjadi, masih ada kerusuhan, ada ledakan bom, perlawanan bersenjata.
Belum bermartabat jika demokrasi masih terpasung, ekonomi tidak berlanjut karena terjebak utang luar negeri.
"Pada beberapa sisi kita belum bisa memenuhi hal tersebut, tapi di sisi lain kita telah berhasil melakukan perubahan ke arah yang lebih baik," katanya.
Presiden mengakui, reformasi dari sisi birokrasi tidak mudah tetapi pemerintah harus tetap dilanjutkan, demikian halnya dengan pemberantasan korupsi.
"Dalam pemberantasan korupsi harus lebih melihat ke depan, yang penting pencegahan dilaksanakan secara sangat serius. Yang mengambil aset negara dan bergentayangan di luar negeri harus diadili," tegas Presiden.
Dari sisi ekonomi, Presiden menyatakan pada beberapa indikator makro sudah lebih menunjukkan kemajuan seperti keberhasilan menurunkan rasio utang terhadap GDP, dari sekitar 54 persen menjadi 35 persen dalam tiga tahun terakhir.
"Rasio ini merupakan yang terbaik di antara negara-negara ASEAN. Ini harus harus dipertahankan," katanya.
Sedangkan dari sisi hubungan ekonomi dan politik luar negeri Indonesia tidak lagi didikte oleh negara manapun.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008