Sanur (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hanya bersifat sementara (ad hoc) diusulkan untuk menjadi organ institusional yang sifatnya permanen. Pada acara forum publik antikorupsi di Sanur, Bali, Jumat, Denny Indrayana dari Pusat Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan dengan kondisi Indonesia saat ini, penguatan KPK menjadi lembaga permanen sangat diperlukan. "KPK yang berstatus permanen merupakan pilihan yang penting bagi Indonesia. Dalam konteks Indonesia, harus dilakukan penguatan KPK untuk upaya pemberantasan korupsi yang stabil," tuturnya. Dengan status yang bersifat ad hoc, kata Denny, KPK berhadapan dengan ancaman dibubarkan sewaktu-waktu, apalagi jika menangani kasus yang rawan intervensi politis. Untuk itu, lanjut dia, pembentukan KPK sebagai lembaga permanen perlu dicantumkan dalam konstitusi. Denny memberikan contoh komisi antikorupsi di Thailand yang pembentukannya tercantum dalam konstitusi dan bersifat permanen. Keberadaan KPK yang bersifat permanen, menurut dia, tidak akan mengacaukan hirarki lembaga penegakan hukum yang masih ada karena dapat dilakukan pembagian tugas yang jelas dan rinci. "KPK yang bersifat permanen nantinya hanya menyidik dan menuntut kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik, sedangkan kepolisian dan kejaksaan menangani pidana biasa," katanya. Emerson Yuntho dari Indonesia Corruption Watch (ICW) juga berpendapat dibutuhkan penguatan KPK sebagai lembaga permanen. KPK, lanjut dia, sesuai pertimbangan yang tercantum dalam UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK dibentuk karena penegak hukum yang ada, yaitu kepolisian dan kejaksaan, belum bekerja efektif dalam upaya pemberantasan korupsi. "Padahal, belum tentu dalam sepuluh tahun ke depan, kejaksaan dan kepolisian bekerja efektif," ujarnya. Apabila dua lembaga penegakan hukum itu sudah bekerja efektif, Emerson mengatakan, KPK tidak perlu dibubarkan karena ada tugas KPK yang tidak bisa dijalankan oleh kejaksaan dan kepolisian. "KPK tidak hanya punya tugas penindakan, tetapi juga pencegahan. Tugas pencegahan ini yang bisa diteruskan oleh KPK apabila kejaksaan dan kepolisian sudah efektif," ujarnya. KPK, lanjut Emerson, juga dapat diarahkan untuk menangani kasus korupsi dengan kerugian negara di atas Rp50 miliar, bukan hanya Rp1 miliar seperti saat ini.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008