Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga mengatakan eksekusi terhadap Polycarpus Budihari Priyanto yang telah divonis 20 tahun penjara oleh MA akan dilakukan secepatnya dan tinggal menunggu perintah dari Jaksa Agung Hendarman Supandji. "Saya sudah sampaikan kepada Jaksa Agung perihal putusan PK MA tersebut dan kami tinggal tunggu perintahnya, walaupun sampai saat ini kejaksaan selaku eksekutor belum menerima putusan PK MA tersebut," jelas Ritonga saat dihubungi, Jumat. Menurut dia, eksekusi akan dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat walaupun pihak Polycarpus selaku terpidana akan mengajukan kontra PK. "Intinya, pengajuan kontra PK tersebut tidak menunda eksekusi dan akan tetap dilaksanakan secepatnya," kata Ritonga. Sebelumnya, Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) yang menangani permohonan peninjauan kembali (PK) kasus kematian aktivis HAM Munir, menjatuhkan pidana 20 tahun penjara kepada Polycarpus Budihari Priyanto. Kepala Biro Humas dan Hukum MA, Nurhadi, Jumat membacakan petikan putusan PK menegaskan bahwa majelis hakim menyatakan Polycarpus terbukti secara sah melakukan pidana pembunuhan berencana terhadap Munir dan memalsukan surat tugas. Sebelumnya MA dalam putusan kasasinya menyatakan, Polycarpus hanya bersalah memalsukan surat tugas dengan dijatuhi pidana 2,5 tahun. Polycarpus adalah pilot Garuda Indonesia yang bertugas dalam penerbangan dari Indonesia ke Belanda, saat Munir didapati meninggal dalam perjalanan tersebut 7 September 2004. Ajukan PK Sementara itu, penasehat hukum Polycarpus, Mohamad Assegaf menyarankan kliennya yang kini divonis 20 tahun oleh Mahkamah Agung dalam kasus pembunuhan aktivis HAM Munir agar mengajukan peninjauan kembali (PK). "Sebagai penasehat hukumnya, saya anjurkan dia untuk mengajukan PK sebab ia sebagai terdakwa belum pernah mengajukan PK dan berhak mengajukan PK," kata Assegaf. Dijelaskannya, secara hukum PK seharusnya menjadi hak-hak terdakwa atau ahli warisnya dan bukan menjadi hak jaksa penuntut umum (JPU). Assegaf mengaku belum menerima salinan petikan putusan majelis hakim MA atas Polycarpus dan dirinya mendapatkan informasi dari para wartawan yang menghubunginya. Menurut dia, putusan MA itu dirasakan janggal sebab salah satu hakim yang memvonis Polycarpus yakni Joko Sarwoto menyatakan bahwa PK hanya menjadi hak terdakwa dan JPU tertutup kemungkinan untuk mengajukan PK. "Joko Sarwoto yang mengaku Humas MA yang juga salah satu majelis hakim kok tadi siang malah mengumumkan bahwa Polycarpus divonis 20 tahun. Inikan aneh," tegasnya. Ia menilai kejangalan MA itu, juga terdapat dalam surat dakwaan yakni pada dakwaan sidang sebelumnya disebutkan bahwa pembunuhan berencana dengan racun arsenik dilakukan dalam penerbangan Jakarta-Singapura. "Dan dakwaan ini tidak terbukti, sehingga JPU mengajukan banding," katanya. Tetapi, lanjut dia, dalam PK tersebut ada surat dakwaan baru yang dibuat oleh MA yang menyebutkan bahwa racun ditaruh di bandara Changi, Singapura. Dengan begitu, MA telah membuat surat dakwaan baru. "Ini juga aneh. Kok MA juga membuat surat dakwaan baru, apa iya MA sekaligus berperan sebagai JPU," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008