Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Budidaya Perikanan KKP Slamet Soebjakto menyatakan bahwa program asuransi perikanan yang dimiliki pemerintah menambah semangat pembudidaya karena memberikan ketenangan mereka karena usaha mereka terjamin oleh asuransi.
"Program APPIK (Asuransi Perikanan untuk Pembudidaya Ikan Kecil) yang dilakukan oleh KKP sejak tahun 2017 lalu telah berpengaruh nyata terhadap aktivitas usaha budidaya karena mampu memberikan jaminan usaha, motivasi, dan semangat bagi para pembudidaya," kata Slamet Soebjakto, Jumat.
Slamet memaparkan, hingga tahun 2018 lalu, cakupan asuransi APPIK telah mencapai hingga seluas 13.520 hektare yang terletak di berbagai daerah.
Ia juga menyatakan, jika pada tahun 2017 hanya untuk usaha budidaya udang, sejak tahun 2018 juga telah mencakup komoditas lainnya yaitu patin, nila salin, nila tawar, dan bandeng, baik dengan metode monokultur atau polikultur untuk komoditas air payau.
Dirjen Budidaya menjelaskan, besaran premi udang adalah Rp225.000 per hektar/tahun dengan maksimum pertanggungan sebesar Rp7,5 juta per hektare/tahun.
Sementara premi ikan patin Rp90.000 per 250 meter persegi kolam/tahun dengan maksimum pertanggungan sebesar Rp3 juta.
Adapun premi nila tawar sebesar Rp135.000 per 200 meter persegi kolam/tahun dengan maksimum pertanggungan sebesar Rp4,5 juta per tahun.
Selanjutnya, premi nila payau Rp150.000 per hektar/tahun dengan nilai pertanggungan maksimum sebesar Rp5 juta per hektar/tahun.
Komoditas lainnya yaitu bandeng dengan premi Rp90.000 per hektar/tahun dan polikultur Rp225.000 per hektar/tahun dengan maksimum pertanggungan masing-masing Rp3 juta dan Rp7,5 juta per hektar/tahun.
“Kita sudah masuk bulan Juni tahun 2019. Saya sudah instruksikan seluruh Satker lingkup DJPB untuk segera mempercepat realisasi program-program prioritas yang sudah ditetapkan," ucapnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim menyatakan, Menteri Kelautan dan Perikanan perlu untuk melakukan pembenahan mendasar terhadap sumber daya ikan di kawasan perairan nasional.
"Problem utama (di sektor kelautan) yang kita hadapi adalah melakukan pembenahan secara mendasar agar cita-cita pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab bisa terwujud," kata Abdul Halim.
Menurut dia, mewujudkan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan agar tetap bisa dinikmati baik oleh seluruh pelaku usaha perikanan maupun generasi mendatang layak menjadi prioritas utama.
Untuk itu, ia menginginkan adanya evaluasi terbuka perihal pengelolaan sumber daya ikan selama lima tahun terakhir dalam rangka melihat bagian-bagian mana saja yang perlu diperkuat atau bahkan belum diintervensi.
"Lebih dari itu adalah bagaimana memperkuat kemandirian usaha perikanan nasional, mulai dari skala kecil, menengah dan besar," ucapnya.
Baca juga: OJK gandeng KKP luncurkan asuransi perikanan bagi pembudidaya kecil
Baca juga: Program asuransi dari KKP bentuk kebijakan tegas
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019