Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Indonesia Shipowner Association (INSA) Carmelita Hartoto berharap sengketa antara PT Kawasan Berikat Nasional (KBN) dan PT Karya Citra Nusantara (KCN) dalam pembangunan Pelabuhan Marunda bisa segera diselesaikan, karena pelabuhan tersebut sangat penting.

"Harus dicari jalan yang 'win win', agar kegiatan yang ada di Pelabuhan Marunda itu tidak terganggu dan tetap berjalan," ujar Carmelita di Jakarta, Kamis.

Anggota Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) itu menilai keberadaan Pelabuhan Marunda sangat penting dan bisa menjadi penopang Pelabuhan Tanjung Priok.

"Keberadaan Pelabuhan Marunda ini penting, karena yang dikerjakan barang yang berbeda," ucapnya.

Pelabuhan Marunda dibangun untuk kegiatan muatan curah seperti batu bara, komoditas cair, dan lainnya, berbeda dengan kegiatan Tanjung Priok yang fokus pada kontainer.

"Pelabuhan Tanjung Priok lebih banyak berkonsentrasi dengan kontainer, sementara Marunda mengangkut barang curah," tuturnya.

Carmelita berharap investasi pembangunan Pelabuhan Marunda bisa terus berjalan untuk melengkapi peralatan yang dibutuhkan, sehingga pelayanannya bisa berjalan maksimal.

"Pelabuhan Tanjung Priok, istilahnya dalam investasi alat-alatnya kan sudah banyak, tapi Pelabuhan Marunda harus berinvestasi lebih banyak lagi, bagaimana mereka memberikan servis kepada pelanggan-pelanggannya, dalam hal ini pelayaran barang curah, jadi harapan kami, mereka terus berinvestasi," tutur Carmelita.

Polemik pembangunan Pelabuhan Marunda bermula saat PT Karya Teknik Utama (KTU) memenangi tender pengembangan kawasan Marunda yang digelar KBN pada 2004.

Setahun kemudian, KTU dan KBN sepakat membentuk usaha patungan PT KCN dengan restu Kementerian BUMN dan Gubernur DKI Jakarta dengan komposisi saham KBN 15 persen dan KTU 85 persen.

Masalah muncul setelah pergantian direksi pada November 2012, ketika Sattar Taba menduduki kursi Direktur Utama KBN.

Saat itu KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50, namun KBN tak mampu menyetor modal hingga batas waktu yang ditentukan karena ternyata tidak diizinkan oleh Kementerian BUMN dan Pemda DKI Jakarta sebagai pemilik saham KBN.

Meski demikian, KBN tetap merasa memiliki saham 50 persen di KCN dan kemudian mengirimkan surat penghentian pembangunan Pelabuhan Marunda kepada KCN dan berlanjut pada gugatan perdata ke pengadilan untuk membatalkan konsesi.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019