Jakarta (ANTARA News) - Meskipun sudah diundangkan sejak 1999, UU Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1999 dinilai oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) belum dilaksanakan. "Sampai sekarang UU No 8 Tahun 1999 masih pada tataran formalitas," kata Ketua YLKI), Tulus Abadi, SH, usai berbicara dalam Seminar Kebutaan Energi, yang diselenggarakan Sundaya Foundation di Jakarta, Kamis. Ia mengatakan, dalam UU tersebut jelas dikatakan bahwa masyarakat berhak mendapatkan informasi tentang produk dan jasa yang dimanfaatkannya. Tapi, katanya, banyak sekali produk yang beredar di pasar tidak mencantumkan kode SNI, dan bisa saja palsu sehingga merugikan konsumen. Menurut Tulus, hal itu terjadi karena pengawasan yang dilakukan pemerintah masih sangat lemah. "Di pasar kan banyak produk yang diklaim hemat energi, padahal belum tentu benar. Harus dicek betul -betul," katanya. Berbicara tentang energi, ia sepakat harus ada keseragamaan penggunaan istilah, "Watt" atau "Joule", tetapi yang lebih penting adalah masyarakat tahu bagaimana mengukur atau menghitung energi yang digunakannya. "Sampai sekarang masyarakat tidak tahu bagaimana mengitung tagihan listrik," katanya. Seminar Kebutaan Energi membahas isu utama tentang pemakaian satuan ukuran energi atau daya. Pembicara dari LIPI, Hizkia, mengatakan istilah Watt atau Joule bisa saja dipakai. "Yang jelas rumusnya, Watt adalah Joule per detik. KWH tidak berbeda kecuali waktunya menggunakan jam," katanya. Ia juga mengatakan bahwa penyeragamaan istilah Joule dipakai untuk satuan ukuran energi bukan hal yang mudah. Hal senada dikemukakan Ketua Yayasan Sundaya, Muarice R. Adema, ketika menyatakan, "Ini masalah besar di dunia, bukan hanya di Indonesia." Namun demikian, ia mengatakan seminar ini bagian dari upaya pendidikan tentang energi kepada masyarakat. "Intinya adalah penghematan," katanya. Ia mengatakan pula,, selama in masyarakat membeli lampu (bohlam) dengan melihat keterangan berapa besar Watt-nya. Padahal, informasi yang penting adalah berapa besar Lumen (daya pancar) dan sistem penghematannya Dicontohkannya, menyalakan lampu pijar 1.000 Lumen selama satu jam degan listrik PLN hanya menghemat 1,5 persen penggunaan listrik (Joule) dan menyedot biaya Rp50, sedangkan lampu T 1000 Lumen efisiensinya mencapai 8,0 persen dengan biaya Rp9. "Kalau lampu LED 1000 Lumen efisiensinya mencapai 15 persen dan biayanya hanya Rp5. Inilah yang harus masyarakat pakai,"" katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008