Jakarta (ANTARA Mews) - ABN Amro menyatakan pengunduran dirinya dari pendanaan proyek PLTU Labuan, Banten, 2x315 MW yang merupakan bagian dari program pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 10.000 MW. Ketua Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik, Yogo Pratomo, usai rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR-RI di Jakarta, Kamis, mengatakan sebagai ganti ABN Amro, pemerintah akan mencari pendanaan yang berasal dari konsorsium bank pemerintah (BUMN). "ABN Amro mengundurkan diri dari pendanaan valas (valuta asing) proyek PLTU 10.000 MW dan sesuai keputusan Depkeu diganti konsorsium bank pemerintah," katanya. Namun, Yogo enggan menjelaskan alasan pengunduran diri ABN Amro yang seharusnya menyediakan pendanaan valas senilai 288,557 juta dolar AS untuk proyek PLTU Labuan tersebut. "Itu (urusan) internal ABN Amro," ujarnya. Ia mengatakan, pendanaan valas PLTU Labuan oleh konsorsium bank pemerintah ditargetkan selesai pada Maret 2008. Menurut Yogo, Depkeu dan PT PLN (Persero) tengah melakukan pendekatan dengan tiga bank pemerintah yakni Bank Mandiri, Bank BNI, dan Bank BRI agar mau menyediakan valas proyek PLTU Labuan. "Kami harapkan bank pemerintah memberikan bunga yang sama dengan Bank Exim China atau Barclays," katanya. Yogo menyangkal jika pengunduran diri ABN Amro merupakan permintaan Bapenas, agar PLN tidak menambah beban utang luar negeri. "Semua ini sudah ada perencanaannya. Bappenas sudah tahu berapa valas yang dibutuhkan. Proyek ini juga mendapat jaminan penuh pemerintah," katanya. Selain valas, pinjaman proyek PLTU berbentuk rupiah berasal dari Bank BCA senilai Rp1,188 triliun. PLTU Labuan yang dikerjakan konsorsium Chengda dan Truba Jurong sesuai kontrak yang ditandatangani 12 Maret 2007 menelan biaya Rp1,538 triliun dan 373,427 juta dolar AS. Selain pinjaman rupiah dan valas, pembiayaan proyek PLTU Labuan juga berasal dari anggaran PLN sendiri. Proyek PLTU Labuan sudah memasuki tahap konstruksi dengan progres mencapai 15,93 persen. PLTU itu ditargetkan beroperasi pada Juni 2009 untuk unit satu pertama dan September 2009 untuk unit kedua. Yogo juga menjelaskan, hingga saat ini, proyek 10.000 MW yang sudah mendapat pendanaan hanya dua yakni PLTU Indramayu 3x330 MW yang berasal dari BNI Rp1,272 triliun dan Bank Of China 592,224 juta dolar AS, serta PLTU Rembang 2x315 MW yang dibiayai Bank Mandiri Rp1,911 triliun dan Barclays 261,8 juta dolar AS. Sedang, proyek PLTU Suralaya 1x625 MW dan Paiton 1x660 MW sedang negosiasi pendanaan valas dari pinjaman Bank Exim China masing-masing sebesar 284,288 juta dolar AS dan 330,825 juta dolar AS. "Jika termasuk Bank Exim China, maka pendanaan proyek PLTU 10.000 MW sudah selesai 23 persen," ujarnya. Sedangkan Proyek PLTU 10.000 MW lainnya masih dicari pendanaannya. Total kebutuhan pendanaan pembangkit yang telah menandatangani kontrak mencapai Rp43,235 triliun. Dari jumlah tersebut, pendanaan sebesar Rp12,144 triliun telah mendapat kepastian, dan sisanya Rp31,09 triliun belum pasti. Sedangkan, total kebutuhan pendanaan yang harus dicari baik untuk pembangkit maupun transmisi mencapai Rp66,632 triliun yang terdiri dari Rp24,006 triliun dan 4,684 miliar dolar AS.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008