Para terdakwa adalah tumpuan pencari keadilan, seharusnya memutuskan perkara dengan seadil-adilnya dan tidak melakukan perbuatan koruptif
Jakarta (ANTARA) - Dua hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan yaitu R Iswahyu Widodo dan Irwan dituntut 8 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap sejumlah Rp150 juta dan 47 dolar Singapura senilai total Rp680 juta.
"Menyatakan terdakwa I R Iswahyu Widodo dan terdakwa II Irwan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama 8 tahun ditambah pidana denda masing-masing sebesar Rp200 juta diganti pidana kurungan selama 4 bulan," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Kiki Ahmad Yani di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan primer pasal 12 huruf c jo pasal 18 UU No. 31 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
JPU KPK juga menolak untuk memberikan status pelaku kejahatan yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator) kepada Iswahyu Widodo.
"Terdakwa I mengajukan permohonan untuk menjadi 'justice collaborator' (JC) dan berdasarkan SEMA 4/2011 diatur kriteria JC bukanlah pelaku utama, mengakui perbuatan, memberikan keterangan sebagai saksi dan memberikan bukti-bukti yang sangat signifikan mengungkap peran pelaku lain yang lebih besar serta mengembalikan aset dari tindak pidana maka permohonan 'justice collaborator' terdakwa I tidak dapat dikabulkan," tambah jaksa Kiki.
Terdapat sejumlah hal yang memberatkan dalam perbuatan kedua terdakwa.
"Para terdakwa adalah tumpuan pencari keadilan, seharusnya memutuskan perkara dengan seadil-adilnya dan tidak melakukan perbuatan koruptif," ungkap jaksa Kiki.
Suap tersebut diterima kedua hakim untuk mempengaruhi putusan perkara perdata mengenai gugatan pembatalan perjanjian akusis antara CV Citra Lampia Mandiri (CLM) dan PT Asia Pacific Mining Resources (APMR).
Iswahyu Widodo, Irwan serta Achmad Guntur menjadi majelis hakim yang menangani perkara perdata No. 262/Pdt.G/2018 PN JKT.SEL dengan penggugat pemilik PT CLM Isrullah Achmad dan direktur PT CLM Martin P Silitonga dengan pengacaranya Arif Fitrawan melawan tergugat PT APMR, dirut PT CLM Thomas Azali dan notaris Suzanti Lukman.
Arif Fitrawan pada Juli 2018 meminta bantuan Muhammad Ramadhan yaitu panitera pengganti pengadilan negeri (PN) Jakarta Timur yang lama bertugas di PN Jaksel untuk mengurus ke majelis hakim.
Seminggu sebelum putusan sela, Ramadhan menemui Iswahyu Widodo dan Irwan yang sedang makan malam dan menyampaikan ada yang mau mengurus perkara agar dibantu.
Ramadhan mengatakan ada uang Rp150 juta dari Arif Fitrawan dan Irwan menyanggupi membantu sehingga mengakomodir dalam putusan sela. Ramadhan juga menyampaikan kepada Irwan bahwa untuk putusan akhir ada uang sekira Rp450 juta.
Ramadhan lalu memberitahu hasil pertemuan kepada Arif Fitrawan yang intinya majelis hakim bersedia membantu dengan syarat disiapkan uang Rp200 juta untuk putusan sela dengan peruntukan Rp150 juta untuk majelis hakim, Rp10 juta untuk panitera dan Rp40 juta dibagi dua untuk Ramadhan dan Arif Fitrawan, sedangkan putusan akhir disiapkan uang Rp500 juta.
Uang diserahkan secara bertahap yaitu pada 31 Juli 2018 diserahkan Arif Fitrawan senilai Rp200 juta kepada M Ramadhan di parkiran masjid STPDN Cilandak Ampera Jakarta Selatan.
Selanjutnya Ramadhan menemui Irwan di parkiran Kemang Medical Center lalu menyerahkan uang sebesar Rp150 juta kepada Irwan, lalu Ramadhan kembali menemui Arif Fitrawan yang menunggu di kafe dan menyampaikan uang sudah diserahkan kepada majelis hakim.
Setelah menerima uang, Irwan mengajak Iswahyu Widodo makan malam dan Iswahyu Widodo meminta Irwan mengambil sebesar Rp40 juta dan sisanya untuk dirinya.
Pada 15 Agustus 2018 putusan sela menyatakan eksepsi para tergugat ditolak majelis hakim sehingga persidangan dilanjutkan dengan agenda pembuktian pokok perkara.
Mendekati putusan akhir pada akhir November 2018, Arif Fitrawan menemui Ramadhan di Warkop Pua' Kale untuk menyampaikan Rp500 juta bagi hakim sudah ada dan ada uang "entertain" untuk Ramadhan. Ramadhan meminta uang itu ditransfer ke rekening atas nama pegawai honorer PN Jaktim Mohammad Andi sehingga Arif langsung mentransfer Rp10 juta ke rekening tersebut. Martin Silitonga juga mentransfer uang Rp20 juta ke rekening Arif pada 23 November 2018.
Pada 26 November 2018 Martin P Silitonga ditahan penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dalam kasus penggelapan aset PT APMR. Keesokan harinya, Irwan setuju dengan jumlah Rp500 juta untuk hakim dengan mengirimkan gambar "jempol" ke 'whatsapp' istri Ramadhan bernama Deasy Diah Suryono.
Uang yang sudah dikirim Martin P Silitonga ke rekening milik Arif Fitrawan itu disepakati diberikan dalam bentuk dolar Singapura. Arif lalu menukar uang di VIP money changer Menteng Raya sehingga mendapat 47 ribu dolar Singapura dalam pecahan 1000 dolar Singapura.
Selanjutnya uang diserahkan Arif Fitrawan kepada Muhammad Ramadhan di rumah Ramadhan pada tanggal yang sama dan sesaat kemudian mereka diamankan petugas KPK.
Terkait perkara ini Muhammad Ramadhan dituntut 6 tahun penjara, Martin P Silitonga dituntut 5 tahun penjara dan Arif Fitrawan dituntut 4 tahun penjara.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019