Jenewa (ANTARA) - Aliran investasi asing langsung (FDI) global turun 13 persen pada 2018, menjadi 1,3 triliun dolar AS dari tahun sebelumnya, merupakan penurunan tahunan ketiga berturut-turut, tulis sebuah laporan utama PBB, Rabu (Kamis WIB).
Konferensi PBB mengenai Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) dalam Laporan Investasi Dunia 2019 mengatakan kontraksi dipicu terutama oleh perusahaan multinasional Amerika Serikat yang melakukan repatriasi laba dari luar negeri.
Namun, pada 2019, FDI diperkirakan akan pulih di negara-negara maju karena pengaruh reformasi pajak AS berakhir, kata badan PBB itu.
Terpukul paling parah oleh repatriasi laba adalah negara-negara maju, di mana arus investasi turun seperempat menjadi 557 miliar dolar AS - level yang terakhir terlihat pada 2004.
"FDI terus terperangkap, terbatas pada posisi terendah pasca krisis. Ini bukan pertanda baik bagi janji masyarakat internasional untuk mengatasi tantangan global yang mendesak, seperti kemiskinan ekstrem dan krisis iklim," Sekretaris Jenderal UNCTAD Mukhisa Kituyi mengatakan dalam sebuah konferensi pers PBB di Jenewa.
"Risiko-risiko geopolitik dan perdagangan terus membebani FDI pada 2019 dan selanjutnya," kata dia.
Kituyi mengatakan hambatan utama terhadap FDI di Eropa adalah "tarikan negatif Brexit di Inggris," di mana negara itu terlibat dalam penarikan dari Uni Eropa setelah referendum di negara itu yang telah menciptakan ketidakpastian cukup besar.
Sebaliknya, arus investasi ke negara-negara berkembang tetap stabil (naik 2,0 persen), yang membantu mendorong arus ke negara-negara berkembang dunia lebih dari setengah (54 persen) arus global, dari 46 persen di tahun 2017.
Aliran masuk FDI ke China meningkat sebesar 4,0 persen pada tahun 2018, ke level tertinggi sepanjang masa sebesar 139 miliar dolar AS, menyumbang lebih dari 10 persen dari total aliran FDI di dunia.
Meskipun ada penurunan FDI, Amerika Serikat tetap menjadi penerima FDI terbesar, diikuti oleh China dan Singapura.
Dalam hal investor luar, Jepang menjadi yang terbesar, diikuti oleh China dan Prancis.
Pengumuman proyek Greenfield - menunjukkan rencana pengeluaran ke depan - menunjukkan kenaikan di 2019, karena mereka naik 41 persen di 2018 dari yang terendah di 2017.
Namun demikian, tren mendasar yang lemah menunjukkan bahwa kenaikan FDI mungkin relatif moderat dan dapat dibatasi oleh faktor-faktor, seperti risiko geopolitik, meningkatnya ketegangan perdagangan dan pergeseran global ke arah kebijakan yang lebih proteksionis.
UNCTAD mengatakan tren pertumbuhan FDI global yang mendasari telah mengalami anemia sejak 2008.
"Jika faktor-faktor seperti reformasi pajak, kesepakatan besar, dan arus keuangan yang volatile dilucuti, FDI selama dekade terakhir rata-rata hanya mencatat pertumbuhan satu persen per tahun, dibandingkan dengan delapan persen antara 2000 dan 2007, dan lebih dari 20 persen sebelumnya 2000," kata direktur investasi dan perusahaan UNCTAD, James Zhan.
Baca juga: Indonesia bidik investasi langsung Rp200 triliun pada Pertemuan IMF-WB
Baca juga: UNCTAD nyatakan FDI global 2016 diperkirakan jatuh hingga 15 persen
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019