Jakarta (ANTARA News) - Pengamat pasar uang, Edwin Sinaga, mengatakan rupiah diperkirakan tidak akan mencapai level Rp9.300 per dolar AS, karena tidak ada gunanya berada di level tersebut. "Rupiah bisa saja mencapai level Rp9.300 per dolar AS, apabila Bank Indonesia (BI) memaksakan diri dengan masuk ke pasar melakukan intervensi dalam kondisi pasar yang sudah tipis, namun hal itu tidak ada gunanya" katanya di Jakarta, Kamis. Menurut dia, rupiah yang sudah mencapai level Rp9.350 per dolar AS diperkirakan sudah cukup bagus dan tidak perlu lagi menguat dengan cepat, kalau bisa ditahan agar kenaikan itu tidak menjadi bumerang di kemudian hari. "Kami optimis BI tidak akan melakukan intervensi lebih lanjut dan pergerakan rupiah disesuaikan pada kehendak pasar," katanya. Rupiah, lanjut Edwin, dalam waktu lama akan berada di bawah level Rp9.400 per dolar apabila tidak ada gejolak negatif, baik dari domestik maupun eksternal. Jadi kisaran rupiah sepanjang pekan ini akan berada pada level Rp9.350 hingga Rp9.400 per dolar AS, ujarnya. Ditanya rupiah pada level Rp9.300 per dolar AS menunjukkan faktor fundamental negara itu bagus, ia mengatakan hampir semua negara mengalami tekanan ekonomi yang cukup berat. Jadi kenaikan rupiah hingga di bawah level Rp9.400 per dolar AS bukan didorong oleh faktor fundamental, katanya. Menurut dia, pemerintah saat ini sedang memfokuskan diri terhadap gejolak ekonomi global yang mulai merembet ke kawasan Asia dan berusaha mencari dana tambahan untuk mengantisipasi gejolak itu lebih awal dengan menerbitkan Surat Utang Negara (SUN). "Pemerintah tahun ini menghadapi berbagai tantangan yang cukup berat, baik yang muncul dari turbulensi domestik maupun global," ucapnya. Edwin Sinaga yang juga Dirut PT Finance Corpindo mengatakan, BI harus tetap mewaspadai pergerakan rupiah di pasar agar mata uang itu tidak kembali terpuruk apabila ada isu negatif yang menekannya. Apalagi kenaikan itu dipicu oleh penurunan suku bunga bank sentral AS (The Fed) yang menurut rencana akan kembali memangkasnya untuk memicu pertumbuhan ekonomi AS, ucapnya. (*)

Copyright © ANTARA 2008