Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah membangun prasarana pengendali banjir Tukad (sungai) Mati yang mengalir di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, Provinsi Bali.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan perubahan iklim menjadi tantangan dalam pengelolaan sumber daya air di Indonesia. Pergeseran dan perubahan masa musim hujan dan kemarau, serta pola hujan dengan durasi pendek namun intensitasnya tinggi kerap mengakibatkan banjir.
"Saya mengajak semua pihak untuk menjaga daerah tangkapan air melalui penghijauan kembali dan menahan laju alih fungsi lahan," kata Menteri Basuki.
Ia memaparkan, program penataan dan normalisasi sungai atau Tukad Mati tersebut akan memberi manfaat dalam mengurangi risiko bencana banjir di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, termasuk area Kuta, Seminyak, dan Legian yang juga menjadi pusat kegiatan pariwisata internasional.
Tukad Mati merupakan aliran sungai yang tidak memiliki pusat mata air yang memiliki fungsi utama sebagai drainase wilayah perkotaan, yang membelah sebagian Denpasar dan Kabupaten Badung dengan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) 39,43 km persegi dan panjang sungai utama 22,49 km.
Selama ini banjir diakibatkan oleh Tukad Mati yang tidak dapat menampung debit air hujan sehingga meluap dan menggenangi wilayah sekitarnya, ditambah terjadinya air rob dari muara. Tukad Mati itu sendiri memiliki area genangan seluas 94 Ha dengan tinggi genangan sampai 2 meter dengan lama genangan air cukup lama yakni sekitar 4-6 jam.
Pembangunan prasarana pengendalian banjir Tukad Mati yang dilakukan Kementerian PUPR melalui Balai Wilayah Sungai Bali Penida Ditjen Sumber Daya Air (SDA) dibagi dalam dua segmen, yakni Tukad Mati Hilir dan Tengah. Pelaksanaan proyeknya dikerjakan secara bertahap melalui kontrak tahun jamak (multi years) yang ditargetkan selesai tahun 2019.
Penataan dan normalisasi Tukad Mati Hilir berada di wilayah Lingkungan Patasari, Kuta sepanjang 1,9 km dengan lebar 50 meter. Cakupan pekerjaan mulai pembangunan tanggul, kisdam, pengerukan sendimen, pembuatan jalan inspeksi, dan pembangunan bendung gerak.
Fungsi bendung gerak adalah meminimalisir air laut masuk ke hulu sungai ketika kondisi pasang dimana pada saat bersamaan terjadi banjir di hulu sungai. Dengan adanya bendung gerak, banjir yang terjadi di hulu sungai diharapkan dapat tetap mengalir ke hilir tanpa terganggu rob akibat pasang air laut.
Total biaya pengerjaan pengendali banjir Tukad Mati Hilir sebesar Rp183,8 miliar dengan masa pelaksanaan tahun 2017-2019. Saat ini progres pembangunan telah mencapai 92 persen. Pembangunannya dinilai akan berkontribusi mengurangi debit banjir seluas 35 Ha.
Penataan Tukad Mati Tengah dikerjakan sepanjang 4,5 Km dengan lebar 20 meter dari Jalan Gatot Subroto, Gunung Soputan, Sunset Road, termasuk melewati kawasan Legian dan Kuta.
Selain pengerjaan dinding penahan sungai dan tanggul, segmen ini juga dikerjakan pemasangan dua pompa air berkekuatan 1.500 meter kubik per detik. Saat ini progres pekerjaannya mencapai 77,4 persen dengan biaya sebesar Rp 132,2 miliar. Terselesainya pembangunan segmen Tukad Mati Tengah akan mengurangi risiko banjir seluas 59 Ha.
Selain sebagai pengendali banjir, penataan Tukad Mati juga bertujuan memperbaiki kualitas air sungai yang sebelumnya kotor, dan beraroma tidak sedap bisa menjadi bersih sehingga mendukung fungsi Kota Denpasar dan Kabupaten Badung sebagai tujuan pariwisata di Pulau Dewata.
Baca juga: Penataan Tukad Mati dialokasikan dana Rp70 miliar
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019