Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono direncakan melakukan kunjungan resmi ke Iran untuk memperkuat kerjasama dwi-pihak. "Kunjungan itu sedianya berlangsung pada Januari, namun diundur. Kedua pihak masih mencari tanggal tepat untuk kunjungan tersebut," kata Duta Besar Iran untuk Indonesia, Behrooz Kamalvandi, kepada wartawan dalam jamuan makan siang di kediamannya di Jakarta, Rabu. Ketika ditanya mengapa kunjungan tersebut diundur, Duta Besar Iran menyatakan, kedua pihak belum menemukan tanggal yang tepat. "Waktu tepat masih dicari, tapi saya kira berlangsung tahun ini," katanya. Agenda kunjungan tersebut, katanya, selain untuk mempererat hubungan dwi-pihak, Presiden Yudhoyono dan Presiden Iran Mahmoud Ahamdinejad akan membicarakan masalah dunia, seperti kemelut Palestina, Libanon, Afganistan, dan Irak. Saat dimintai tanggapan mengenai kesepakatan enam kekuatan besar dalam pertemuan di Berlin, Jerman, Selasa, untuk memberlakukan hukuman baru Dewan Keamanan Perserikatan Bansa-Bangsa (DK PBB) terhadap Iran, Behrooz menilainya hal itu sebagai upaya intimidasi. "Semua itu sebagai bagian dari upaya intimidasi negara Barat terhadap Iran. Iran tidak akan gentar dengan intimidasi semacam itu," katanya. Menteri Luar Negeri Jerman, Frank-Walter Steinmeier, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Condoleezza Rice, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei W. Lavrov, Menteri Luar Negeri Cina, Yang Jiechi, Menteri Luar Negeri Prancis, Bernard Kouchner, Menteri Luar Negeri Inggris, David Milliband, dan Wakil Komisi Tinggi Uni Eropa, Javier Solana, menyepakati hukuman baru tersebut. Kesepakatan itu akan diajukan ke DK PBB untuk memberlakukannya bertalian dengan program nuklir Iran. Behrooz membantah bahwa Iran berniat membuat senjata nuklir. "Kami tidak berkehendak membuat senjata nuklir. Program nuklir itu semata-mata bertujuan damai, yaitu untuk tenaga listrik," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008