"Permintaan tinggi. Saya biasa menjualnya di beberapa tempat secara bergantian," kata Misnah, salah satu pedagang cangkang ketupat di Tulungagung, Selasa.
Misnah (60), merupakan pedagang cangkang ketupat asal Ngantru, Tulungagung.
Ia mengaku dalam sehari bisa meraup hasil penjualan ratusan ribu hingga Rp1 juta lebih.
Tak hanya bertahan di satu tempat, Misnah biasa berjualan dari pasar ke pasar tradisional.
"Kemarin jualan di pasar Ponggok dan berhasil menjual sekitar 400 cangkang ketupat. Hari ini tadi, sejak pagi hingga pukul 09.00 WIB sudah terjual sekitar 70 cangkang. Nanti rencana pindah lagi ke pasar Srengat (Blitar)," katanya.
Sama seperti pedagang lain, kerajinan cangkang ketupat hasil olahan tangan Musnah dijual antara Rp8 ribu hingga Rp10 ribu per 10 buah cangkang ketupat.
Cangkang ketupat lebih kecil dijual dengan harga Rp8 ribu per ikat (unting) isi 10 cangkang, sementara yang ukuran besar dijual dengan harga Rp10 ribu.
Semarak penjualan cangkang ketupat juga terpantau di sejumlah pasar tradisional lain di Kabupaten Tulungagung dan Blitar.
Sugito, pedagang cangkang ketupat asal Pule, Trenggalek mengaku mampu menjual antara 300-400 buah cangkang per harinya.
Angka penjualan itu dia rasa turun dibanding tahun tahun sebelumnya yang bisa menjual hingga 700-800 buah cangkang dalam sehari.
"Lumayan bisa mendapat penghasilan. Modalnya tidak besar, yang penting terampil dan bisa membuat cangkang sendiri, sehingga untungnya bisa dirasakan," ucap Sugito.
Budaya membuat ketupat di Tulungagung biasanya dilakukan satu minggu setelah hari raya Idul Fitri, yang dikenal dengan "bodo kupat".
Ketupat biasanya menjadi hantaran kepada tetangga dan saudara pada "bodo kupat" atau Lebaran ketupat.
Ketupat yang dihantarkan dilengkapi dengan biasanya dilengkapi lauk dan sayur sebgai pelengkapnya.
Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019