Denpasar (ANTARA News) - Umat Hindu Dharma merayakan Hari Suci Galungan, hari raya terbesar dalam memperingati kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (Keburukan) secara meriah dan semarak, Rabu. Umat Hindu, baik pria maupun wanita dan anak-anak, mengenakan busana adat yang didominasi warna putih dan wanita menjunjung sesajen (sesaji) pergi ke pura atau tempat suci keluarga (merajan) untuk mengadakan persembahyangan. Untuk Kota Denpasar dan sekitarnya umat Hindu mengadakan persembahyangan ke Pura Jagatnatha, di depan lapangan Puputan Badung, jantung kota Denpasar, setelah melakukan kegiatan serupa di tempat suci rumah tangga masing-masing. Suasana kota Denpasar dan Bali pada umumnya, termasuk kawasan-kawasan wisata, terlihat semarak, karena sepanjang jalan dihiasi dengan penjor, sebatang bambu berhias janur dan rangkaian hasil pertanian, sebagai lambang kemakmuran. Jalan-jalan raya sepanjang kota Denpasar tampak sepi dan lenggang karena seluruh perkantoran instansi pemerintah dan swasta di Bali libur (fakultatif) selama tiga hari berturut-turut pada 22, 23 dan 24 Januari 2008. Warga dari berbagai desa di Bali yang selama ini bermukim di kota Denpasar umumnya pulang ke daerah asalnya masing-masing untuk merayakan Hari Raya Galungan bersama keluarga. Hari Suci Galungan yang disusul Hari Raya Kuningan sepuluh hari kemudian, Sabtu 2 Februari 2008, bermakna menegakkan kebenaran serta memotivasi agar umat manusia selalu hidup dalam ketekunan, ketenteraman, kedamaian, tanpa melupakan keselamatan diri maupun lingkungan. Hari Raya Galungan, menurut Drs I Ketut Sumadi M.Par, Ketua Program Studi Pemandu Wisata Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, selain bermakna memperingati kemenangan Dharma (kebaikan) juga memberikan keheningan atas kemakmuran dan kesejahteraan yang dilimpahkan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa. Umat Hindu pada hari baik itu menghaturkan sesaji kepada Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) dalam semua manifestasinya sebagai perwujudan rasa bhakti dan syukur atas segala kemakmuran yang dilimpahkan-Nya. Bumi Dewata yang dihiasi penjor, serta tempat-tempat suci dipasangi kain aneka warna, bagaikan memancarkan sinar kedamaian, yang mampu memberikan kesejukan pada setiap hati sanubari umat manusia. Semua itu sebagai cermin merayakan kemenangan atas kebaikan (dharma) dalam mengusir kejahatan (adharma). Umat Hindu di berbagai pelosok pedesaan Pulau Dewata pada Hari Suci Galungan itu, mementaskan kesenian barong, rangda dan jenis kesenian sakral lainnya keliling desa (ngelawang). Tradisi "ngelawang" yang diwarisi secara turun-temurun itu bermakna untuk mengusir roh-roh jahat, menolak segala jenis penyakit yang mengganggu kehidupan manusia, termasuk secara niskala mengusir orang-orang yang bermaksud jahat, menggangu keamanan Bali. Pementasan di masing-masing pekarangan rumah penduduk itu, selain menyuguhkan hiburan, juga diyakini dapat memberi vibrasi kesucian, agar penduduk terhindar dari marabahaya dan penyakit, tutur Ketut Sumadi. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008